askep PPOK
A.
Pengertian
Ketidakefektivan pola napas
adalah inspirasi dan / atau ekspirasi yang tidak memberi ventilasi yang adekuat
(Wilkinson, 2007).
B.
Etiologi
Menurut Wilkinson (2007)
etiologi dari masalah keperawatan ketidakefektivan pola napas, antara lain:
a.
Ansietas
b.
Kelelahan
otot-otot respirasi
c.
Penurunan
energi/kelelahan
d.
Deformitas
dinding dada
e.
Nyeri
f.
Disfungsi
neuromuskular
C.
Batasan
Karakteristik
Menurut Wilkinson (2007)
batasan karakteristik dari masalah keperawatan ketidakefektivan pola napas,
antara lain:
a.
Dispnea
b.
Napas
pendek
c.
Perubahan
gerakan dada
d.
Napas
cuping hidung
e.
Penggunaan
otot-otot bantu pernapasan
D.
Patofisiologi
dan Pathway Keperawatan
Pasien emfisema kronik
biasanya juga menderita bronkitis kronik dan memperlihatkan tanda-tanda kedua
penyakit. Keadaan ini disebut penyakit paru obstruktif kronik. Asma kronik yang
berkaitan dengan emfisema atau bronkitis kronik juga dapat menyebabkan PPOK.
Gambaran klinis PPOK akan dijumpai gejala-gejala dari kedua penyakit, emfisema
atau bronkitis kronik, dispnea yang menetap. Adapun komplikasi dari penyakit
ini yaitu hipertensi paru yang menyebabkan kor pulmonale, pneumotooraks
(Corwin, 2001). Hudak dan Gallo (1996) menerangkan PPOK meliputi bronkitis
kronik, bronkiektasis, emfisema, dan asma. Infeksi kronis atau iritasi bronkus
dapat menyebabkan bronkitis. Kelenjar sekresi-mukosa dari pohon trakeobronkial
menjadooi menebal dan mengganggu diameter kumen jalan napas. Selain itu, ada
peningkatan produksi mukus pada jalan napas perifer. Sejauh itu penyebab paling
umum adalah merokok dengan tembakau. Dua mikroorganisme paling umum diisolasi
dari sekresi bronkitis koronis adalah Haemophilus
influenzae dan Pneumococus spp.
Eksaserbasi bronkitis kronis dengan kegagalan pernapasan lanjut paling sering disebabkan oleh
inflamasi bakteri akut pada pohon bronkial. Emfisema adalah dilatasi asinus
yang tak dapat pulih diperberat oleh perubahan obstruksi dari dinding asinar,
dengan penurunan rekoil elastis dari paru. Perokok sigaret adalah faktor utama
pada terjadinya emfisema. Selain itu, elastase dapat lepaskan dari neutrofil
karena komponen rokok. Selain itu, faktor ini berperan dalam ketidakseimbangan
elastase/sistem anti-elastase. Proses kerusakan menyebabkan terjadinya
obstruksi jalan napas yang membahayakan. Pada bronkitis kronis, pasien dengan
emfisema biasanya mengalami hipoksemia kronis ringan karena obstruksi dinding
asinar diperberat oleh kerusakan vaskularisasi yang terlibat. Rasio ventilasi
untuk perfusi jaringan paru masih stabil. Pada pembandingan dengan emfisema dan
untuk memeprkecil luasnya bronkitis koronis, asma adalah penyakit jalan napas
yang tak dapat pulih yang terjadi karena spasme bronkus disebabkan oleh
berbagai penyebab (misal alergen, infeksi, latihan). Spasme bronkus secara
nyata meliputi konstriksi otot polos, edema mukosa, dan mukus berlebihan dengan
perlengketan di jalan napas pada tahap lanjut. Perbaikan spasme bronkus spontan
dapat terjadi, namun menggunakan agen bronkodilator, selain itu higiene jalan
napas adalah mode pengobatan biasa. Menurut Corwin (2001), penatalaksanaan PPOK
adalah sama seperti pada bronkitis kronis dan emfisema, dengan pengecualian
bahwa terapi oksigen harus dipantau secara ketat. Pasien PPOK mengalami
hiperkapnia koronik yang menyebabkan adaptasi kemoreseptor-kemoreseptor
sentral, yang dalam keadaan normal berespons terhadap karbon dioksida. Maka
yang menyebabkan pasien terus bernapas adalah rendahnya konsentrasi oksigen di
dalam darah arteri yang terus merangsang kemoresptor-kemoreseptor perifer yang
relatif kurang peka. Pengidap PPOK biasanya memiliki kadar oksigen yang sangat
rendah dan tidak dapat diberi terapi dengan oksigen tinggi. Hal ini sangat
mempengaruhi kualitas hidup. Ventimask adalah cara paloing efektif untuk
memberikan oksigen pada pasien PPOK.
Pathway
|
|||||||||||||||||||
|
|||||||||||||||||||
|
|
||||||||||||||||||
|
E.
Intervensi
Keperawatan
No
|
Intervensi
|
Rasionalisasi
|
1.
|
Pantau adanya pucat dan sianosis
|
Pucat dan sianosis menandakan adanya kekurangan
oksigen di jaringan
|
2.
|
Auskultasi bunyi paru
|
Untuk mengetahui adanya penurunan atau tidak
adanya ventilasi dan adanya bunyi tambahan
|
3.
|
Kaji kebutuhan insersi jalan napas
|
Insersi jalan napas dibutuhkan jika jalan napas mengalami masalah
|
4.
|
Perhatikan pergerakkan dada, amati penggunaan otot-otot bantu
|
Pergerakkan dada yang cepat dan adanya penggunaan otot-otot bantu
menandakan kebutuhan oksigen yang tinggi
|
0 komentar:
Posting Komentar