ASUHAN KEPERAWATAN PADA ATROFI OTOT
A. Definisi
Atrofi adalah pengecilan dari jaringan tubuh
yang telah mencapai ukuran normal. Mengecilnya alat tubuh tersebut terjadi
karena sel-sel spesifik yaitu sel-sel parenchym yang menjalankan fungsi alat
tubuh tersebut mengecil.
Pada ekstrem yang lain, jika suatu
otot tidak digunakan, kandungan aktin dan miosinnya akan berkurang,
serat-seratnya menjadi lebih kecil, dan dengan demikian otot tersebut berkurang
massanya (atrofi) dan menjadi lebih lemah. Atrofi dapat terjadi melalui dua
cara; Disuse atrophy dan Atrofi denervasi.
Disuse atrophy
Terjadi jika suatu otot tidak
digunakan dalam jangka waktu lama walaupun persarafannya utuh, seperti ketika
seseorang harus menggunakan gips atau berbaring untuk jangka waktu lama.
Atrofi denervasi
Terjadi setelah pasokan saraf ke
suatu otot terputus. Apabila otot
dirangsang secara listrik sampai persarafan dapat dipulihkan, seperti
pada regenerasi saraf perifer yang terputus, atrofi dapat dihilangkan tetapi
tidak dapat dicegah seluruhnya. Aktifitas kontraktil itu sendiri jelas berperan
penting dalam mencegah atrofi; namun, faktor-faktor
yang belum sepenuhnya dipahami yang dikeluarkan dari ujung-ujung saraf aktif,
yang mungkin terkemas bersama dengan vesikel asetilkolin, tampaknya berperan
penting dalam integritas dan pertumbuhan jaringan otot.
Apabila suatu otot mengalami
kerusakan, dapat terjadi perbaikan secara terbatas, walaupun sel-sel otot tidak
dapat membelah diri secara mitosis untuk menggantikan sel-sel yang hilang. Di
dekat permukaan otot terdapat populasi kecil sel-sel yang tidak berdiferensiasi
(seperti yang dijumpai pada masa perkembangan mudigah), yaitu mioblas. Sewaktu
sebuah serat otot rusak, sekelompok mioblas melakukan fusi untuk mengganti otot
tersebut dengan membentuk sebuah sel besar berinti banyak yang segera mulai
mensintesis dan menyusun perangkat intrasel khas untuk otot. Pada cedera luas,
mekanisme yang terbatas ini tidak cukup untuk mengganti semua serat yang
hilang, lalu serat-serat yang tersisa sering mengalami hipertrofi sebagai
kompensasinya.
Macam -
macam atrofi :
1. Atrofi
fisiologis : alat tubuh yang dapat mengecil atau menghilang sama sekali selama
masa perkembangan atau kehidupan . mis: pengecilan kelenjar thymus, ductus
omphalomesentricus , ductus thyroglossus.
2. Atrofi
Senilis : mengecilnya alat tubuh pada orang yang sudah berusia lanjut (aging
process).
3. Atrofi
setempat (local atrophy) : atrofi setempat akibat keadaan-keadaan tertentu.
4. Atrofi
inaktifitas (Disuse atrophy) : atropi yang terjadi akibat in aktifitas
otot-otot yang mengakibatkan otot-otot tersebut mengecil. Mis. pada kelumpuhan
otot akibat hilangnya persarafan seperti pada poliomyelitis (atrophy
neurotrofik).
5. Atrofi
Desakan (pressure atrophy) : yang terjadi karena desakan yang terus-menerus
atau desakan untuk wakru yang lama dan mengenai suatu alat tubuh atau jaringan missal
a)
Atrofi desakan fisiologis : pada gusi akibat desakan
gigi yang mau tumbuh (pada anak-anak).
b)
Atrofi desakan patologis : pada sternum akibat
aneurisma aorta. Pelebaran aorta di daerah substernal akibat syphilis. Akibat
desakan yang tinggi dan terus menerus mengakibatkan sternum menipis.
6. Atrofi
Endrokin : terjadi pada alat tubuh yang aktifitasnya bergantung pada rangsang
hormon.
Pada sumber lain dikatakan bahwa
berdasarkan penyebabnya, atrofi dibagi atas :
v Atrofi
Neurogen : akibat dari kelumpuhan saraf mis. pada orang yang lumpuh.
v Atrofi
Vaskuler : akibat dari gangguan sirkulasi darah, mis. pengecilan otak karena
arteriosklerosis, pada usia lanjut.
v Disuse
Atrofi : akibat dari tidak dipergunakan dalam waktu yang lama, mis. pada
orangsakit yang harus berbaring lama di tempat tidur.
v Atrofi
Endokrin : akibat dari pengaruh hormon, mis. pengecilan payudara pada wanita
lanjut karena produksi hormon yang berkurang.
ASUHAN
KEPERAWATAN
1.1. Pengkajian Atrofi
A. Pemeriksaan fungsi motorik
• Pemeriksaan
kekuatan otot
Pemeriksaan kekuatan otot dapat dilakukan dengan menggunakan pengujian otot
secara manual (manual muscle testing MMT). Pemeriksaan ini ditujukan untuk
mengetahui kemampuan mengontraksikan kelompok otot secara volunter.
• Prosedur pelaksanan MMT
a) Lansia diposisikan sedemikan rupa sehingga
otot mudah berkontraksi sesuai dengan kekuatannya
b) Bagian tubuh yang dites harus terbebas
dari pakaian
c) Berikan penjelasan dan contoh gerakan yang
harus dilakukan
d) Lansia mengkontraksikan ototnya dan
stabilisasi diberikan pada segmen proksimal
e) Selama terjadi kontraksi, gerakan yang
terjadi diobservasi, baik palpasi pada tendon atau perut otot
f) Memberikan tahanan pada otot yang bergerak
dengan luas gerak sendi penuh
g) Melakukan pencatatan hasil MMT
Kriteria hasil pemeriksaan MMT
a. normal (5) : mampu bergerak dengan luas gerak sendi penuh, melawan
gravitasi dan melawan tahan maksimal .
b. good (4) : mampu bergerak dengan luas gerak sendi penuh melawan
gravitasi dan melawan tahanan sedang (moderat)
c. fair (3) : mampu bergerak dengan luas gerak sendi penuh dan melawan
gravitasi tanpa tahanan.
d. poor (2) : mampu bergerak dengan luas gerak sendi penuh tanpa melawan
gravitasi
e. Trace (1) : tidak ada gerakan sendi, tetapi kontraksi otot dapat
dipalpasi
f. zero (0): kontraksi otot tidak terdeteksi dengan palpasi
B. Pemeriksaan tonus otot
Tonus otot adalah ketegangan minimal suatu otot dalam keadaan istirahat.
Dapat diperiksa dengan beberapa cara yaitu dengan palpasi, gerakan pasien dan
vibrasi.
B. Pemeriksaan luas garak sendi
Luas gerak sendi (LGS) merupakan luas gerak sendi
yang dapat dilakukan oleh suatu sendi. Tujuan pemeriksaan LGS adalah untuk
mengetahui besarnya LGS suatu sendi dan membandingkannya dengan LGS sendi yang
normal, membantu diagnosis dan menentukan fungsi sendi.
Pengukuran LGS menggunakan Goniometer:
a)
Posisi awal
posisi anatomi, yaitu tubuh tegak, lengan lurus di samping tubuh, lengan bawah dan
tangan menghadap bawah.
b)
Sendi yang
di ukur harus terbuka
c)
Berikan penjelasan
dan contoh gerakan
d)
Berikan
gerakan pasif 2 atau 3 kali
e)
Berikan
stabilisasi pada segmen bagian proksimal
f)
Tentukan
aksis gerakan baik secara aktif/pasif
g)
Letakkan
tangkai goniometer yang static parallel dengan aksis longitudinal
h)
Pastikan
aksis goniometer tepat pada aksis gerakan sendi
i)
Baca dan
catat hasil pemeriksaan LGS
C. Pemeriksaan postur
Pemeriksaan postur di lakukan dengan cara inspeksi
pada posisi berdiri. Pada posisi tersebut postur yang baik/ normal dapat
terlihat dengan jelas. Dari samping, tampak telinga, akromium, trunk, trokanter
mayor, patela bagian posterior dan maleolus lateralis aada dalam satu garis
lurus.
E. Pemeriksaan kemampuan fungsional
Ada beberapa system penilaian yang dikembangkan dalam
pemeriksaan kemampuan fungsional.
a) Indeks Barthel yang dimodifikasi.
b) Indeks Katz
c) Indeks kenny-self care
d) Indeks ADL
0 komentar:
Posting Komentar