ASKEP BRONKOPNEUMONIA
2.1
Konsep Dasar
2.1.1
Definisi
Bronkopneumonia
adalah peradangan pada parenkim paru yang melibatkan bronkus / bronkiolus yang
berupa distribusi berbentuk bercak-bercak (patchy distribution).
Bronchopneumonia adalah radang paru-paru yang mengenai
satu atau beberapa lobus paru-paru yang ditandai dengan adanya bercak-bercak
Infiltrat (Whalley and Wong, 1996).
Bronchopneumina adalah frekwensi komplikasi pulmonary,
batuk produktif yang lama, tanda dan gejalanya biasanya suhu meningkat, nadi
meningkat, pernapasan meningkat (Suzanne G. Bare, 1993).
Bronchopneumonia disebut juga pneumoni lobularis, yaitu
radang paru-paru yang disebabkan oleh bakteri, virus, jamur dan benda-benda
asing (Sylvia Anderson, 1994).
Berdasarkan beberapa pengertian di atas maka dapat
disimpulkan bahwa Bronkopneumonia adalah radang paru-paru yang mengenai satu
atau beberapa lobus paru-paru yang ditandai dengan adanya bercak-bercak
infiltrat yang disebabkan oleh bakteri,virus, jamur dan benda asing.
2.1.2
Epidemiologi
Insiden
penyakit ini pada negara berkembang hampir 30% pada anak-anak di bawah umur 5
tahun dengan resiko kematian yang tinggi, sedangkan di Amerika pneumonia
menunjukkan angka 13% dari seluruh penyakit infeksi pada anak di bawah umur 2
tahun.(1)
Infeksi saluran napas bawah masih tetap merupakan masalah
utama dalam bidang kesehatan, baik di negara yang sedang berkembang maupun yang
sudah maju. Dari data SEAMIC Health Statistic 2001 influenza dan pneumonia
merupakan penyebab kematian nomor 6 di Indonesia, nomor 9 di Brunei, nomor 7 di
Malaysia, nomor 3 di Singapura, nomor 6 di Thailand dan nomor 3 di Vietnam.
Laporan WHO 1999 menyebutkan bahwa penyebab kematian tertinggi akibat penyakit
infeksi di dunia adalah infeksi saluran napas akut termasuk pneumonia dan
influenza. Insidensi pneumonia komuniti di Amerika adalah 12 kasus per 1000
orang per tahun dan merupakan penyebab kematian utama akibat infeksi pada orang
dewasa di negara itu. Angka kematian akibat pneumonia di Amerika adalah 10 %.Di
Amerika dengan cara invasif pun penyebab pneumonia hanya ditemukan 50%.
Penyebab pneumonia sulit ditemukan dan memerlukan waktu beberapa hari untuk
mendapatkan hasilnya, sedangkan pneumonia dapat menyebabkan kematian bila tidak
segera diobati, maka pada pengobatan awal pneumonia diberikan antibiotika
secara empiris.Hasil Survei Kesehatan Rumah Tangga Depkes tahun 2001, penyakit
infeksi saluran napas bawah menempati urutan ke-2 sebagai penyebab kematian di
Indonesia. Di SMF Paru RSUP Persahabatan tahun 2001 infeksi juga merupakan
penyakit paru utama, 58 % diantara penderita rawat jalan adalah kasus infeksi
dan 11,6 % diantaranya kasus nontuberkulosis, pada penderita rawat inap 58,8 %
kasus infeksi dan 14,6 % diantaranya kasus nontuberkulosis. Di
RSUP H. Adam Malik Medan 53,8 % kasus infeksi dan 28,6 % diantaranya infeksi
nontuberkulosis. Di RSUD Dr. Soetomo Surabaya didapatkan data sekitar 180
pneumonia komuniti dengan angka kematian antara 20 - 35 %. Pneumonia komuniti
menduduki peringkat keempat dan sepuluh penyakit terbanyak yang dirawat per
tahun.
2.1.3
Etiologi
Penyebab
bronkopneumonia yang biasa dijumpai adalah :
·
Faktor Infeksi
-
Pada neonatus : Streptokokus grup B, Respiratory
Sincytial Virus (RSV).
-
Pada bayi :
Virus
: Virus parainfluensa, virus influenza, Adenovirus, RSV,
Cytomegalovirus.
Cytomegalovirus.
Organisme
atipikal : Chlamidia trachomatis, Pneumocytis.
Bakteri : Streptokokus pneumoni, Haemofilus influenza,
Mycobacterium tuberculosa, B. pertusis.
Bakteri : Streptokokus pneumoni, Haemofilus influenza,
Mycobacterium tuberculosa, B. pertusis.
-
Pada anak-anak :
Virus
: Parainfluensa, Influensa Virus, Adenovirus, RSP
Organisme atipikal : Mycoplasma pneumonia
Organisme atipikal : Mycoplasma pneumonia
Bakteri
: Pneumokokus, Mycobakterium tuberculosa.
-
Pada anak besar – dewasa muda :
Organisme
atipikal : Mycoplasma pneumonia, C. trachomatis
Bakteri : Pneumokokus, B. Pertusis, M. tuberculosis.
Bakteri : Pneumokokus, B. Pertusis, M. tuberculosis.
·
Faktor Non Infeksi.
Terjadi akibat disfungsi menelan atau refluks
esophagus meliputi :
-
Bronkopneumonia hidrokarbon :
Terjadi oleh karena aspirasi selama penelanan muntah
atau sonde lambung ( zat hidrokarbon seperti pelitur, minyak tanah dan bensin).
-
Bronkopneumonia lipoid :
Terjadi akibat pemasukan obat yang mengandung minyak
secara intranasal, termasuk jeli petroleum. Setiap keadaan yang mengganggu
mekanisme menelan seperti latoskizis,pemberian
makanan dengan posisi horizontal, atau pemaksaan pemberian makanan seperti
minyak ikan pada anak yang sedang menangis. Keparahan penyakit tergantung pada
jenis minyak yang terinhalasi. Jenis minyak binatang yang mengandung asam lemak
tinggi bersifat paling merusak contohnya seperti susu dan minyak ikan .
Selain faktor di atas, daya tahan tubuh sangat
berpengaruh untuk terjadinya Bronkopneumonia. Menurut sistem imun pada
penderita-penderita penyakit yang berat seperti AIDS dan respon imunitas yang
belum berkembang pada bayi dan anak, malnutrisi energy protein (MEP), penyakit
menahun, pengobatan antibiotik yang tidak sempurna merupakan faktor
predisposisi terjadinya penyakit ini.
2.1.4 Klasifikasi
Pembagian pneumonia sendiri pada dasarnya tidak ada
yang memuaskan, dan pada umumnya pembagian berdasarkan anatomi dan etiologi.
Beberapa ahli telah membuktikan bahwa pembagian pneumonia berdasarkan etiologi
terbukti secara klinis dan memberikan terapi yang lebih relevan.Pembagian
secara anatomis :
-
Pneumonia lobaris
-
Pneumonia lobularis (bronkopneumonia)
-
Pneumonia interstisialis (bronkiolitis)
-
Pembagian secara etiologi :
-
Bakteri : Pneumococcus pneumonia, Streptococcus
pneumonia, Staphylococcus pneumonia, Haemofilus influenzae.
-
Virus :
Respiratory Synctitial virus, Parainfluenzae virus, Adenovirus
-
Jamur : Candida, Aspergillus, Mucor, Histoplasmosis, Coccidiomycosis, Blastomycosis, Cryptoccosis.
-
Corpus alienum
-
Aspirasi
-
Pneumonia hipostatik
2.1.5 Patogenesis
Dalam keadaan sehat pada paru tidak akan terjadi
pertumbuhan mikroorganisme, keadaan ini disebabkan oleh adanya mekanisme
pertahanan paru. Terdapatnya bakteri di dalam paru merupakan ketidakseimbangan
antara daya tahan tubuh, sehingga mikroorganisme dapat berkembang biak dan
berakibat timbulnya infeksi penyakit. Masuknya mikroorganisme ke dalam saluran
nafas dan paru dapat melalui berbagai cara, antara lain :Inhalasi langsung dari
udaraAspirasi dari bahan-bahan yang ada di nasofaring dan orofaring Perluasan
langsung dari tempat-tempat lain Penyebaran secara hematogen Mekanisme daya
tahan traktus respiratorius bagian bawah sangat efisien untuk mencegah infeksi
yang terdiri dari : Susunan anatomis rongga hidung Jaringan limfoid di
nasofaring Bulu getar yang meliputi sebagian besar epitel traktus respiratorius
dan sekret lain yang dikeluarkan oleh sel epitel tersebut. Refleks batuk. Refleks
epiglotis yang mencegah terjadinya aspirasi sekret yang terinfeksi. Drainase
sistem limfatis dan fungsi menyaring kelenjar limfe regional. Fagositosis aksi
limfosit dan respon imunohumoral terutama dari Ig A. Sekresi enzim – enzim dari
sel-sel yang melapisi trakeo-bronkial yang bekerja sebagai antimikroba yang non
spesifik. Bila pertahanan tubuh tidak kuat maka mikroorganisme dapat melalui
jalan nafas sampai ke alveoli yang menyebabkan radang pada dinding alveoli dan
jaringan sekitarnya. Setelah itu mikroorganisme tiba di alveoli membentuk suatu
proses peradangan yang meliputi empat stadium, yaitu : A. Stadium I (4 – 12 jam
pertama/kongesti) Disebut hiperemia, mengacu pada respon peradangan permulaan
yang berlangsung pada daerah baru yang terinfeksi.
Hal ini ditandai dengan peningkatan aliran darah dan permeabilitas kapiler
di tempat infeksi. Hiperemia ini terjadi akibat pelepasan mediator-mediator
peradangan dari sel-sel mast setelah pengaktifan sel imun dan cedera jaringan.
Mediator-mediator tersebut mencakup histamin dan prostaglandin. Degranulasi sel
mast juga mengaktifkan jalur komplemen. Komplemen bekerja sama dengan histamin
dan prostaglandin untuk melemaskan otot polos vaskuler paru dan peningkatan
permeabilitas kapiler paru. Hal ini mengakibatkan perpindahan eksudat plasma ke
dalam ruang interstisium sehingga terjadi pembengkakan dan edema antar kapiler
dan alveolus. Penimbunan cairan di antara kapiler dan alveolus meningkatkan
jarak yang harus ditempuh oleh oksigen dan karbondioksida maka perpindahan gas
ini dalam darah paling berpengaruh dan sering mengakibatkan penurunan saturasi
oksigen hemoglobin. B. Stadium II (48 jam berikutnya) Disebut hepatisasi merah,
terjadi sewaktu alveolus terisi oleh sel darah merah, eksudat dan fibrin yang
dihasilkan oleh penjamu ( host ) sebagai bagian dari reaksi peradangan. Lobus
yang terkena menjadi padat oleh karena adanya penumpukan leukosit, eritrosit
dan cairan, sehingga warna paru menjadi merah dan pada perabaan seperti hepar,
pada stadium ini udara alveoli tidak ada atau sangat minimal sehingga anak akan
bertambah sesak, stadium ini berlangsung sangat singkat, yaitu selama 48 jam. C.
Stadium III (3 – 8 hari) Disebut hepatisasi kelabu yang terjadi sewaktu sel-sel
darah putih mengkolonisasi daerah paru yang terinfeksi. Pada saat ini endapan
fibrin terakumulasi di seluruh daerah yang cedera dan terjadi fagositosis
sisa-sisa sel. Pada stadium ini eritrosit di alveoli mulai diresorbsi, lobus
masih tetap padat karena berisi fibrin dan leukosit, warna merah menjadi pucat
kelabu dan kapiler darah tidak lagi mengalami kongesti. D.
Stadium IV (7 – 11 hari) Disebut juga stadium resolusi yang terjadi sewaktu
respon imun dan peradangan mereda, sisa-sisa sel fibrin dan eksudat lisis dan
diabsorsi oleh makrofag sehingga jaringan kembali ke strukturnya semula.
2.1.6 Gambaran Klinis
Bronkopneumonia biasanya didahului oleh infeksi saluran nafas bagian atas
selama beberapa hari. Suhu dapat naik secara mendadak sampai 39-40˚C dan
mungkin disertai kejang karena demam yang tinggi. Anak sangat gelisah, dispnea,
pernafasan cepat dan dangkal disertai pernafasan cuping hidung dan sianosis di
sekitar hidung dan mulut. Batuk biasanya tidak dijumpai pada awal penyakit,anak
akan mendapat batuk setelah beberapa hari, di mana pada awalnya berupa batuk
kering kemudian menjadi produktif.
Pada pemeriksaan fisik didapatkan : Inspeksi : pernafasan cuping hidung (+),
sianosis sekitar hidung dan mulut, retraksi sela iga. Palpasi : Stem fremitus
yang meningkat pada sisi yang sakit. Perkusi : Sonor memendek sampai beda Auskultasi
: Suara pernafasan mengeras (vesikuler mengeras) disertai ronki basah gelembung
halus sampai sedang.
Pada bronkopneumonia, hasil pemeriksaan fisik tergantung pada luasnya
daerah yang terkena.Pada perkusi toraks sering tidak dijumpai adanya
kelainan.Pada auskultasi mungkin hanya terdengar ronki basah gelembung halus
sampai sedang. Bila sarang bronkopneumonia menjadi satu ( konfluens ) mungkin
pada perkusi terdengar suara yang meredup dan suara pernafasan pada auskultasi
terdengar mengeras. Pada stadium resolusi ronki dapat terdengar lagi.Tanpa
pengobatan biasanya proses penyembuhan dapat terjadi antara 2-3 minggu.
2.1.7
Pemeriksaan Laboratorium
a.
Gambaran darah menunjukkan leukositosis, biasanya 15.000
– 40.000/ mm3 dengan pergeseran ke kiri. Jumlah leukosit yang tidak
meningkat berhubungan dengan infeksi virus atau mycoplasma.
b.
Nilai Hb biasanya tetap normal atau sedikit menurun
c.
Sinar x : mengidentifikasi distribusi struktural;
dapat juga menyatakan abses luas/infiltrat, empiema(stapilococcus); infiltrasi
menyebar atau terlokalisasi (bakterial); atau penyebaran /perluasan infiltrat
nodul (virus). Pneumonia mikoplasma sinar x dada mungkin bersih.
d.
Analisa gas darah( AGDA ) menunjukkan hipoksemia dan
hiperkarbia.Pada stadium lanjut dapat terjadi asidosis metabolik.
e.
Pemeriksaan gram/kultur sputum dan darah : diambil dengan
biopsi jarum, aspirasi transtrakeal, bronkoskopifiberotik atau biopsi pembukaan
paru untuk mengatasi organisme penyebab. Kultur dahak dapat positif pada 20 –
50% penderita yang tidak diobati.
f.
JDL : leukositosis biasanya
ada, meski sel darah putih rendah terjadi pada infeksi virus, kondisi tekanan
imun memungkinkan berkembangnya pneumonia bakterial.
g.
Pemeriksaan serologi : titer virus atu
legionella, aglutinin dingin.
h.
LED : meningkat
i.
Pemeriksaan fungsi paru : volume mungkin menurun
(kongesti dan kolaps alveolar); tekanan jalan nafas mungkin meningkat dan
komplain menurun, hipoksemia.
j.
Elektrolit
: natrium dan klorida mungkin rendah
k.
Bilirubin
: mungkin meningkat
l.
Aspirasi perkutan/biopsi jaringan paru
terbuka :menyatakan intranuklear tipikal dan keterlibatan
sitoplasmik(CMV) (Doenges, 1999)
2.1.8
Diagnosis
Diagnosis
ditegakkan berdasarkan riwayat penyakit dan pemeriksaan fisik yang sesuai
dengan gejala dan tanda yang diuraikan sebelumnya disertai pemeriksaan
penunjang. Pada bronkopneumonia, bercak-bercak infiltrat didapati
pada satu atau beberapa lobus. Foto rontgen dapat juga menunjukkan adanya
komplikasi seperti pleuritis, atelektasis, abses paru, pneumotoraks atau
perikarditis. Gambaran ke arah sel polimorfonuklear juga dapat dijumpai. Pada
bayi-bayi kecil jumlah leukosit dapat berada dalam batas yang normal. Kadar
hemoglobin biasanya normal atau sedikit menurun(1,2).
Diagnosis etiologi dibuat berdasarkan pemeriksaan mikrobiologi serologi, karena pemeriksaan mikrobiologi tidak mudah dilakukan dan bila dapat dilakukan kuman penyebab tidak selalu dapat ditemukan. Oleh karena itu WHO mengajukan pedoman diagnosa dan tata laksana yang lebih sederhana. Berdasarkan pedoman tersebut bronkopneumonia dibedakan berdasarkan :
Diagnosis etiologi dibuat berdasarkan pemeriksaan mikrobiologi serologi, karena pemeriksaan mikrobiologi tidak mudah dilakukan dan bila dapat dilakukan kuman penyebab tidak selalu dapat ditemukan. Oleh karena itu WHO mengajukan pedoman diagnosa dan tata laksana yang lebih sederhana. Berdasarkan pedoman tersebut bronkopneumonia dibedakan berdasarkan :
·
Bronkopneumonia sangat berat :
Bila
terjadi sianosis sentral dan anak tidak sanggup minum,maka anak harus dirawat
di rumah sakit dan diberi antibiotika.
·
Bronkopneumonia berat :
Bila
dijumpai adanya retraksi, tanpa sianosis dan masih sanggup minum,maka anak
harus dirawat di rumah sakit dan diberi antibiotika.
·
Bronkopneumonia :
Bila
tidak ada retraksi tetapi dijumpai pernafasan yang cepat :
> 60 x/menit pada anak usia < 2 bulan
> 50 x/menit pada anak usia 2 bulan – 1 tahun
> 40 x/menit pada anak usia 1 - 5 tahun.
> 60 x/menit pada anak usia < 2 bulan
> 50 x/menit pada anak usia 2 bulan – 1 tahun
> 40 x/menit pada anak usia 1 - 5 tahun.
·
Bukan bronkopenumonia :
Hanya
batuk tanpa adanya tanda dan gejala seperti diatas, tidak perlu dirawat dan
tidak perlu diberi antibiotika. Diagnosis pasti dilakukan dengan identifikasi
kuman penyebab:
1.
Kultur sputum atau bilasan cairan lambung
2.
Kultur nasofaring atau kultur tenggorokan (throat
swab), terutama virus
3.
Deteksi antigen bakteri
2.1.9 Diagnosa
Banding
·
Bronkiolitis
·
Aspirasi pneumonia
·
Tb paru primer
2.1.10 Penatalaksanaan
Sebaiknya pengobatan diberikan berdasarkan etiologi
dan uji resistensi tetapi hal ini tidak dapat selalu dilakukan dan memakan
waktu yang cukup lama, maka dalam praktek diberikan pengobatan polifarmasi maka
yang biasanya diberikan:
a.
Penisilin 50.000 U/kgBB/hari,ditambah dengan
kloramfenikol 50-70 mg/kgBB/hari atau diberikan antibiotik yang mempunyai
spektrum luas seperti ampisilin. Pengobatan ini diteruskan sampai bebas demam 4-5 hari.
b.
Pemberian oksigen dan cairan intravena, biasanya
diperlukan campuran glukose 5% dan Nacl 0.9% dalam perbandingan 3:1 ditambah
larutan KCL 10 mEq/500 ml/botol infus.
c.
Karena sebagian besar pasien jatuh kedalam asidosis
metabolik akibat kurang makan dapat diberikan koreksi sesuai denagn hasil
analisa gas darah arteri.
d.
Pasien bronkopnemonia ringan tidak usah dirawat dirumah
sakit.
Penatalaksanaan keperawatan:
Seringkali pasien pneumonia yang dirawat di rumah sakit
datang sudah dalam keadaan payah, sangat dispnea, pernapasan cuping hidung,
sianosis, dan gelisah. Masalah yang perlu diperhatikan ialah:
a.
Menjaga kelancaran pernafasan.
b.
Kebutuhan istirahat.
c.
Kebutuhan nutrisi dan cairan.
d.
Mengontrol suhu tubuh.
e.
Mencegah komplikasi/gangguan rasa aman dan nyaman.
f.
Kurangnya pengetahuan orang tua mengenai penyakit.
2.1.11
Komplikasi
·
Otitis
media
·
Bronkiektase
·
Abses
paru
·
Empiema
2.1.12
Prognosis
Sembuh
total, mortalitas kurang dari 1 %, mortalitas bisa lebih tinggi didapatkan pada
anak-anak dengan keadaan malnutrisi energi-protein dan datang terlambat untuk
pengobatan.
Interaksi
sinergis antara malnutrisi dan infeksi sudah lama diketahui. Infeksi berat
dapat memperjelek keadaan melalui asupan makanan dan peningkatan hilangnya
zat-zat gizi esensial tubuh. Sebaliknya malnutrisi ringan memberikan pengaruh
negatif pada daya tahan tubuh terhadap infeksi. Kedua-duanya bekerja sinergis,
maka malnutrisi bersama-sama dengan infeksi memberi dampak negatif yang lebih
besar dibandingkan dengan dampak oleh faktor infeksi dan malnutrisi apabila berdiri
sendiri.
2.1.13
Pencegahan
Penyakit
bronkopneumonia dapat dicegah dengan menghindari kontak dengan penderita atau
mengobati secara dini penyakit-penyakit yang dapat menyebabkan terjadinya
bronkopneumonia ini.
Selain itu hal-hal yang dapat dilakukan adalah dengan meningkatkan daya tahan tubuh kaita terhadap berbagai penyakit saluran nafas seperti : cara hidup sehat, makan makanan bergizi dan teratur ,menjaga kebersihan ,beristirahat yang cukup, rajin berolahraga, dll.
Melakukan vaksinasi juga diharapkan dapat mengurangi kemungkinan terinfeksi antara lain:
Selain itu hal-hal yang dapat dilakukan adalah dengan meningkatkan daya tahan tubuh kaita terhadap berbagai penyakit saluran nafas seperti : cara hidup sehat, makan makanan bergizi dan teratur ,menjaga kebersihan ,beristirahat yang cukup, rajin berolahraga, dll.
Melakukan vaksinasi juga diharapkan dapat mengurangi kemungkinan terinfeksi antara lain:
1. Vaksinasi Pneumokokus
2. Vaksinasi H. influenza
3. Vaksinasi Varisela yang
dianjurkan pada anak dengan daya tahan tubuh rendah
4. Vaksin influenza yang diberikan
pada anak sebelum anak sakit.
2.
2 Asuhan Keperawatan
1. Data focus
a. Data Subyektif
Anak dikeluhkan rewel, tidak mau
makan, sesak nafas, terdengar suara grek-grek, orang tua menyatakan kurang
paham tentang penyakit yang diderita anaknya , anak mencret.
b. Data Obyektif
Pernafasan cepat dan dangkal ,
pernafasan cuping hidung, cianosis, batuk berdahak sputum purulen, penggunaan
otot Bantu nafas, bunyi nafas bronchovesikuler, ronchi, respirasi meningkat,
peningkatan suhu tubuh,penurunan nafsu makan, muntah malaise, penurunan berat
badan dan lain-lain.
2. Pengkajian
a. Riwayat
kesehatan
1) Adanya
riwayat infeksi saluran pernapasan sebelumnya : batuk, pilek, demam.
2) Anorexia,
sukar menelan, mual dan muntah.
3) Riwayat
penyakit yang berhubungan dengan imunitas seperti malnutrisi.
4) Anggota
keluarga lain yang mengalami sakit saluran pernapasan
5) Batuk
produktif, pernafasan cuping hidung, pernapasan cepat dan dangkal, gelisah,
sianosis
b.
Pemeriksaan fisik
1)
Demam, takipnea, sianosis, pernapasan cuping hidung
2)
Auskultasi paru ronchi basah
3)
Laboratorium leukositosis, LED meningkat atau normal
4)
Rontgent dada abnormal (bercak, konsolidasi yang tersebar
pada kedua paru)
c.
Factor fsikologis / perkembangan memahami tindakan
1)
Usia tingkat perkembangan
2)
Toleransi / kemampuan memahami tindakan
3)
Koping
4)
Pengalaman terpisah dari keluarga / orang tua
5)
Pengalaman infeksi saluran pernafasan sebelumnya
d.
Pengetahuan keluarga / orang tua
1)
Tingkat pengetahuan keluarga tentang penyakit saluran
pernapasan
2)
Pengalaman keluarga tentang penyakit saluran pernafasan
3)
Kesiapan / kemauan keluarga untuk belajar merawat anaknya
e. Aktivitas / istirahat
Gejala : Kelemahan, kelelahan, insomnia
Tanda : Letargi, penurunan toleransi terhadap
aktivitas
f. Sirkulasi
Gejala : Riwayat gagal jantung kronis
Tanda : Takikardi,
penampilan keperanan atau pucat
g. Integritas Ego
Gejala : banyak stressor, masalah finansial
h.
Makanan / Cairan
Gejala : kehilangan nafsu makan, mual / muntah, riwayat
DM
Tanda : distensi abdomen, hiperaktif bunyi usus, kulit
kering dengan turgor buruk,
penampilan malnutrusi
i.
Neurosensori
Gejala : sakit kepala dengan frontal
Tanda : perubahan mental
j.
Nyeri
/ Kenyamanan
Gejala : sakit kepala nyeri dada meningkat dan batuk
myalgia, atralgia
k. Pernafasan
Gejala : riwayat PPOM, merokok sigaret, takipnea,
dispnea, pernafasan dangkal, penggunaan otot aksesori, pelebaran nasal
Tanda :
sputum ; merah muda, berkarat atau
purulen Perkusi ; pekak diatas area yang konsolidasi, gesekan friksi
pleural
Bunyi nafas :
menurun atau tak ada di atas area yang
terlibat atau nafas Bronkial
Framitus : taktil dan vokal meningkat dengan konsolidasi
Warna :
pucat atau sianosis bibir / kuku
l.
Keamanan
Gejala : riwayat gangguan sistem imun, demam
Tanda : berkeringat, menggigil berulang, gemetar,
kemerahan, mungkin pada kasus rubeda / varisela
m. Penyuluhan
Gejala : riwayat mengalami pembedahan, penggunaan alkohol kronis
3.
Diagnosa keperawatan dan intervensi
1)
Bersihan jalan nafas tidak efektif
Ø Dapat dihubungkan dengan :
·
Inflamasi
trakeobronkial, pembentukan oedema, peningkatan produksi sputum
·
Nyeri
pleuritik
·
Penurunan
energi, kelemahan
Ø Kemungkinan dibuktikan dengan :
·
Perubahan
frekuensi kedalaman pernafasan
·
Bunyi
nafas tak normal, penggunaan otot aksesori
·
Dispnea,
sianosis
·
Bentuk
efektif / tidak efektif dengan / tanpa produksi sputum
Ø Kriteria Hasil :
·
Menunjukkan
perilaku mencapai kebersihan jalan nafas
·
Menunjukkan
jalan nafas paten dengan bunyi nafas bersih, tak ada dispnea atau sianosis
Ø Intervensi :
Mandiri
·
Kali
frekuensi / kedalaman pernafasan dan gerakan dada
·
Auskultasi
paru catat area penurunan / tak ada aliran udara dan bunyi nafas tambahan
(krakles, mengi)
·
Bantu
pasien untuk batuk efektif dan nafas dalam
·
Penghisapan
sesuai indikasi
·
Berikan
cairan sedikitnya 2500 ml/hari
Ø Kolaborasi
·
Bantu
mengawasi efek pengobatan nebulizer dan fisioterapi lain
·
Berikan obat sesuai indikasi : mukolitik, ekspetoran,
bronkodilator, analgesik
·
Berikan cairan tambahan
·
Awasi seri sinar X dada, GDA, nadi oksimetri
·
Bantu bronkoskopi / torakosintesis bila diindikasikan
2)
Kerusakan pertukaran gas dapat dihubungkan dengan
·
Perubahan membran alveolar – kapiler (efek inflamasi)
·
Gangguan kapasitas oksigen darah
·
Kemungkinan dibuktikan oleh :
v Dispnea,
sianosis
v Takikardi
v Gelisah
/ perubahan mental
v Hipoksia
·
Kriteria Hasil :
v Menunjukkan
perbaikan ventilasi dan oksigenasi jaringan dengan GDA dalam rentang normal dan
tak ada gejala distress pernafasan
v Berpartisipasi
pada tindakan untuk memaksimalkan oksigen
·
Intervensi :
Mandiri
v Kaji
frekuensi, kedalaman dan kemudahan bernafas
v Observasi
warna kulit, membran mukosa dan kuku
v Kaji
status mental
v Awasi
status jantung / irama
v Awasi
suhu tubuh, sesui indikasi. Bantu tindakan kenyamanan untuk menurunkan demam
dan menggigil
v Pertahankan
istirahat tidur
v Tinggikan
kepala dan dorong sering mengubah posisi, nafas dalam dan batuk efekti
v Kaji
tingkat ansietas. Dorong menyatakan masalah / perasaan.
·
Kolaborasi
v Berikan
terapi oksigen dengan benar
v Awasi
GDA
3)
Pola nafas tidak efektif
Dapat dihubungkan dengan :
v Proses inflamasi
v Penurunan complience paru
v Nyeri
v Kemungkinan dibuktikan oleh :
·
Dispnea,
takipnea
·
Penggunaan
otot aksesori
·
Perubahan
kedalaman nafas
·
GDA
abnormal
v Kriteria Hasil :
·
Menunjukkan
pola pernafasan normal / efektif dengan GDA dalam rentang normal
v Intervensi :
Mandiri
- Kaji frekuensi, kedalaman pernafasan dan ekspansi dada
- Auskultasi bunyi nafas
- Tinggikan kepala dan bantu mengubah posisi
- Observasi pola batuk dan karakter sekret
- Dorong / bantu pasien dalam nafas dalam dan latihan batuk efektif
Kolaborasi
·
Berikan Oksigen tambahan
·
Awasi GDA
4)
Peningkatan
suhu tubuh
Dapat dihubungkan : proses
infeksi
Kemungkinan dibuktikan oleh :
§ Demam, penampilan kemerahan
§ Menggigil, takikandi
§ Kriteria Hasil :
§ Pasien tidak memperlihatkan tanda
peningkatan suhu tubuh
§ Tidak menggigil
§ Nadi normal
Intervensi :
Mandiri
·
Obeservasi
suhu tubuh (4 jam)
·
Pantau
warna kulit
·
Lakukan
tindakan pendinginan sesuai kebutuhan
Kolaborasi
Berikan obat sesuai indikasi :
antiseptik
Awasi kultur darah dan kultur
sputum, pantau hasilnya setiap hari
5)
Resiko
tinggi penyebaran infeksi
Dapat
dihubungkan dengan :
v Ketidakadekuatan pertahanan utama
v Tidak adekuat pertahanan sekunder
(adanya infeksi, penekanan imun)
Kemungkinan dibuktikan oleh :
v Tidak dapat diterapkan
tanda-tanda dan gejala-gejala membuat diagnosa aktual
Kriteria Hasil :
v Mencapai waktu perbaikan infeksi
berulang tanpa komplikasi
v Mengidentifikasikan intervensi
untuk mencegah / menurunkan resiko infeksi
Intervensi :
Mandiri
§ Pantau TTV
§ Anjurkan klien memperhatikan
pengeluaran sekret dan melaporkan perubahan warna jumlah dan bau sekret
§ Dorong
teknik mencuci tangan dengan baik
§ Ubah
posisi dengan sering
§ Batasi
pengunjung sesuai indikasi
§ Lakukan
isolasi pencegahan sesuai individu
§ Dorong
keseimbangan istirahat adekuat dengan aktivitas sedang.
Kolaborasi
v Berikan
antimikrobal sesuai indikasi
6)
Intoleran aktivitas
Dapat
dihubungkan dengan
v Ketidakseimbangan
antara suplai dan kebutuhan oksigen
v Kelemahan,
kelelahan
Kemungkinan
dibuktikan dengan :
v Laporan
verbal kelemahan, kelelahan dan keletihan
v Dispnea,
takipnea
v Takikandi
v Pucat
/ sianosis
Kriteria
Hasil :
·
Melaporkan / menunjukkan peningkatan toleransi terhadap
aktivitas yang dapat diukur dengan tak adanya dispnea, kelemahan berlebihan dan
TTV dalam rentang normal
Intervensi :
Mandiri
v Evaluasi
respon klien terhadap aktivitas
v Berikan
lingkungan terang dan batasi pengunjung
v Jelaskan
pentingnya istirahat dalam rencana pengobatan dan perlunya keseimbangan
aktivitas dan istirahat
v Bantu
pasien memilih posisi yang nyaman untuk istirahat / tidur
v Bantu
aktivitas perawatan diri yang diperlukan
7)
Nyeri
Dapat dihubungkan dengan :
v Inflamasi parenkim paru
v Reaksi seluler terhadap sirkulasi
toksin
v Batuk menetap
Kemungkinan dibuktikan dengan :
v Nyeri dada
v Sakit kepala, nyeri sendi
v Melindungi area yang sakit
v Perilaku distraksi, gelisah
Kriteria Hasil :
v Menyebabkan nyeri hilang /
terkontrol
v Menunjukkan
rileks, istirahat / tidur dan peningkatan aktivitas dengan cepat
Intervensi :
Mandiri
v Tentukan
karakteristik nyeri
v Pantau
TTV
v Ajarkan
teknik relaksasi
v Anjurkan
dan bantu pasien dalam teknik menekan dada selama episode batuk.
8)
Resti nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
Dapat
dihubungkan dengan :
·
Peningkatan kebutuhan metabolik sekunder terhadap demam
dan proses infeksi
·
Anoreksia distensi abdomen
Kriteria
Hasil :
·
Menunjukkan peningkatan nafsu makan
·
Berat badan stabil atau meningkat
Intervensi :
Mandiri
·
Indentifikasi faktor yang menimbulkan mual atau muntah
·
Berikan wadah tertutup untuk sputum dan buang sesering
mungkin
·
Auskultasi bunyi usus
·
Berikan makan porsi kecil dan sering
·
Evaluasi status nutrisi
9)
Resti kekurangan volume cairan
Faktor resiko :
·
Kehilangan
cairan berlebihan (demam, berkeringan banyak, hiperventilasi, muntah)
Kriteria Hasil :
·
Balance
cairan seimbang
·
Membran
mukosa lembab, turgor normal, pengisian kapiler cepat
Intervensi :
Mandiri
·
Kaji
perubahan TTV
·
Kaji
turgor kulit, kelembaban membran mukosa
·
Catat
laporan mual / muntah
·
Pantau
masukan dan keluaran, catat warna, karakter urine
·
Hitung
keseimbangan cairan
·
Asupan
cairan minimal 2500 / hari
Kolaborasi
·
Berikan
obat sesuai indikasi ; antipirotik, antiametik
·
Berikan cairan tambahan IV sesuai keperluan
10) Kurang pengetahuan mengenai kondisi dan
kebutuhan tindakan
Dapat dihubungkan
dengan :
§ Kurang
terpajan informasi
§ Kurang
mengingat
§ Kesalahan
interpretasi
§ Kemungkinan
dibuktikan oleh :
§ Permintaan
informasi
§ Pernyataan
kesalahan konsep
§ Kesalahan
mengulang
Kriteria
Hasil :
·
Menyatakan permahaman kondisi proses penyakit dan
pengobatan
·
Melakukan perubahan pola hidup
Intervensi
Mandiri
·
Kaji fungsi normal paru
·
Diskusikan aspek ketidakmampuan dari penyakit, lamanya
penyembuhan dan harapan kesembuhan
·
Berikan dalam bentuk tertulis dan verbal
·
Tekankan pentingnya melanjutkan batuk efektif
·
Tekankan perlunya melanjutkan terapi antibiotik selama
periode yang dianjurkan.
2.3 Konsep Dasar
Farmakologi
2.3.1 Pengertian Farmakologi
a.
Farmakologi dalam arti luas, adalah ilmu yang mempelajari
sejarah, asal usul obat, sifat fisika dan kimia, cara mencampur dan membuat
obat, efek terhadap fungsi biokimia dan faal, cara kerja, absorbsi, distribusi,
biotransformasi, dan ekskresi, penggunaan dalam klinik dan efek toksiknya.
b. Farmakologi dalam arti sempit,
adalah ilmu yang mempelajari penggunaan obat untuk diagnosis, pencegahan dan
penyembuhan penyakit.
2.3.2 Pengetahuan Dasar Tentang Obat
a. Pengertian
·
Obat
: ialah semua zat, baik kimiawi, hewani maupun nabati yang dalam dosis layak
dapat menyembuhkan, meringankan atau mencegah penyakit maupun gejala-gejalanya.
Zat tersebut berbentuk padat, cair, atau gas dan diberikan kepada pasien dengan
maksud tertentu sesuai dengan guna obat tersebut.
·
Indikasi
: ialah petunjukyang diperoleh untuk menentukan cara pengobatan mana yang harus
diikuti.
·
Kontra
Indikasi : ialah petunjuk yang menyatakan adanya bahaya atau pengaruh apabila
obat diberikan.
·
Mekanisme kerja obat : ialah cara kerja obat atau
proses kerja obat di dalam tubuh.
·
Dosis
obat : ialah ukuran tertentu dari suatu obat yang disesuaikan dengan diagnose
dan keadaan pasien.
·
Efek
samping : ialah efek atau pengaruh obat yang tidak ada hubungannya dengan
tujuan utama pemberian obat.
·
Toxic
effect : ialah efek racun dari suatu obat terhadap tubuh.
·
Resep
: ialah perminttan tertulis dari dokter kepeda Apoteker atau asisten Apoteker,
supaya menyiapkan obat dan menyerahkannya kepada pasien.
b. Kegunaan obat
·
Untuk
menyembuhkan penyakit
·
Untuk
mencegah penyakit
·
Untuk
mengurangi rasa sakit
·
Untuk
menghambat perkembangan penyakit
·
Untuk
menambah kekuatan
·
Untuk
menambah nafsu makan
c. Mekanisme kerja obat
Beberapa mekanisme kerja obat,
dapat digolongkan sebagai berikut:
·
Secara
fisika
·
Secara
kimiawi
·
Melalui
proses metabolisme
·
Secara
kompetisi (saingan)
2.3.3 Peran Perawat Dalam Pengobatan
1. Melaksanakan pemberian obat
kepada pasien sesuai program terapi dengan menerapkan prinsip minimal 4 tepat 1
waspada :
a. Tepat Penderita
Dalam memberikan obat, harus memastikan dan memeriksa identitas klien pada
setiap kali pemberian obat. Apakah
obat yang diberikan sesuai dengan penderitanya.
b. Tepat Obat
Sebelum memberikan
obat pada klien, perlu membaca kembali label obat serta interaksi obat dan
memastikan kembali bahwa klien menerima obat yang telah diresepkan sesuai
dengan penyakit yang derita.
Dalam memberikan
obat pada klien, sebaiknya mengecek obat pada saat menerima resep, akan
memberikan pada klien dan pada saat pemberian pada klien agar tidak terjadi
kesalahan memberikan obat.
c. Tepat Dosis
Memastikan
dan memeriksa dosis tertentu yang telah diresepkan dokter untuk klien dengan
penyakit tertentu agar tidak terjadi over dosis atau under dosis yang dapat
menimbulkan efek yang tidak dingin (efek
skunder)
d. Tepat Waktu
Memberikan obat
yang telah diresepkan pada waktu-waktu tertentu serta memperhatikan kapan obat
tersebut diberikan, sebelum makan atau sesudah makan. Misal: obat
x diberikan dengan dosis harian 2 x sehari sebelum makan
e. Waspada
Waspada terhadap efek
samping yang ditimbulkan obat.
2. Mengelola penempatan,
penyimpanan, pemeliharaan, dan administrasi obat di ruangan agar selalu
tersedia, siap pakai, tidak rusak, mudah ditemukan dan tidak kadaluwarsa.
3. Memberikan penyuluhan berkaitan
dengan obat yang digunakan, meliputi khasiat obat, makanan yang boleh, dan
tidak boleh selama terapi, ESO obat dan cara mengatasi, kepatuhan obat, dampak
ketidakpatuhan, penghentian obat.
4. Mengamati dan mencatat efek
samping, efek terapi, efek toksis dari pengalaman klinis dan empiris beberapa
pasien selama menggunakan obat untuk bahan masukan dan laporan.
Kompetensi perawat dalam
pemberian obat
No
|
Kompetensi
|
Keterampilan
|
1
|
Mengkaji keadaan umum pasien kaitannya dalam
penggunaan obat
|
a. Memkaji pasien riwayat
pengobatan dan alergi.
b. Mengkaji kondisi umum pasien
berkaitan dengan efektifitas farmakokinetik (absorbs, distribusi, metabolism
dan ekskresi).
c. Mengkaji diet yang berkaitan
dengan interaksi farmakokinetik obat.
d. Mengkaji tanggapan, kerjasama
dan penilaian pasien terhadap pemberian obat.
e. Mengkaji tingkat pengetahuan
pasien terhadap tindakan pengobatan yang diberikan.
|
2
|
Merencanakan pemberian obat kepada pasien untuk
mencapai tingkat efektivitas maksimal
|
a. Merencanakan diet pasien
sehubungan dengan obat yang diberikan.
b. Menetapkan waktu pemberian obat
untuk memperoleh efektifitas terapi.
c. Memprediksi efek, terapi
toksisitas dan ESO serta rencana pengawasan dan penanggulangannya.
d. Merencanakan penyuluhan
kesehatan yang diperlukan.
|
3
|
Melaksanakan pemberian obat sesuai progam terapi
|
a. Identifikasi progam terapi
menuju 5 benar.
b. Memberikan obat.
1. Peroral (ditelan).
2. Sub lingual (bawah lidah).
3. Personde (melalui sonde).
4. Memberikan obat parenteral.
·
Intra
muskuler
·
Intra
vena
·
Subkutan
·
Intrakutan
5. Perrektal (supositoria)
6. Inhalasi
7. Efek lokal
·
Perkonjungtival.
·
Pernasal.
·
Tetes
telinga.
·
Pada
luka (antiseptik).
·
Topical (dioleskan kulit).
c. Melaksanakan penyuluhan obat
pada pasien pada saat terapi dan menjelang pulang, meliputi:
·
ESO
yang mungkin timbul.
·
Penghentian
obat.
·
Kepatuhan
obat, kaitannya dengan penyembuhan.
·
Efek
lain yang mungkin muncul dan cara mengatasi.
|
2.4
Terapi Obat Dan Cairan
2.4.1
Ampisilin
|
||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
|
||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
Golongan/Kelas Terapi
|
||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
Anti Infeksi
|
||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
Nama Dagang
|
||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
|
||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
Indikasi
Pengobatan infeksi
yang peka (non-betalaktamase-producting organisme); bakteri yang peka yang
disebabkan oleh streptococci, pneumococci nonpenicillinase-producting
staphilocochi, listeria, meningococci; turunan H.Influenzae, salmonella,
Shigella, E.coli, Enterobacter, dan Klebsiella .Dosis, Cara Pemberian dan Lama Pemberian
DOSIS ANAK :
Infeksi ringan – sedang: I.M., I.V.: 100 -150 mg/kg/hari dalam dosis
terbagi setiap 6 jam. (maksimal:2-4 mg/hari). Oral: 50-100 mg/kg/hari dalam
dosis terbagi setiap 6 jam (maksimal: 2-4 g/hari)
Infeksi berat/mengitis: I.M.,I,V: 200-400 mg/kg/hari dalam dosis terbagi
setiap 6 jam (maksimal; 6-12 g/hari).
Endocarditis profilaxis: Gigi, mulut, saluran pernafasan atau esophagus:
50 mg/kg digunakan 30 menit sebelum penerapan protokol, Saluran kemih, GI:
pasien resiko tinggi: 50 mg/kg (maksimal 2 g) digunakan 30 menit sebelum
penerapan protokol. Pasien risiko tinggi: 50 mg/kg digunakan 30 menit
sebelum prosedur operasi.
DOSIS DEWASA
Dosis lazim:
Oral : 250 – 500 mg tiap 6
jam.IM.IV: 50-100 mg/kg/hari setiap 6 jam.
Sepsis/meningitis: IM.IV: 150-250 mg/kg/24 jam dosis terbagi setiap 3-4
jam (rentang:6-12g/hari).
PENYESUAIAN DOSIS.
ClCr >50 mL/menit: diberikan tiap 6 jam. ClCr 10-50
mL/menit diberikan setiap 6-12 jam. ClCr <10 mL/menit diberikan setiap
12-24 jam.
Lama pemberian:
Lama pemberian ampicillin tergantung pada tipe dan tingkat kegawatan
serta tergantung juga pada respon klinis dan bakteri penginfeksinya.
Seperti contoh umum jika ampisillin digunakan untuk penanganan infeksi gonore
maka ampicillin diberikan tidak kurang dari 48 – 72 jam setelah pasien
mengalami gejala infeksi maupun sesuai temuan hasil uji laboratorium. Untuk
infeksi persisten, kemungkinan diberikan untuk beberapa minggu.
CARA PEMBERIAN:
Disesuaikan dengan jeda waktu yang telah ditetapkan untuk mempertahankan
kadar obat dalam plasma. Diberikan dalam keadaan perut kosong untuk
memaksimalkan absorpsi (1 jam sebelum makan dan 2 jam setelah makan).
Farmakologi
Absorbsi: oral: 50%.
Distribusi: empedu, dan plasma jaringan; menembus ke cairan serebrospinal
terjadi hanya ketika terjadi inflamasi meningitis.
Ikatan protein: 15 – 25%
T½ eliminasi:
Anak – anak dan dewasa: 1-1.8
jam.
Anuria/ARF:7-20 jam.
T max: Oral: 1-2 jam
Eksresi: urin (90% bentuk
utuh) dalam 24 jam.
Dialisis: Moderat diálisis
melalui Hemo atau peritonial dialisis: 20-50%
Stabilitas Penyimpanan
Ampisilin kapsul, serbuk oral suspensi disimpan pada
wadah kedap dengan suhu antara 15-30°C, setelah mengalami pencampuran,
ampisilin trihidrat disimpan dalam lemari pendingin dengan suhu antara 2-8°C
dan akan bertahan selama 14 hari, tapi jika disimpan dalam suhu ruangan maka
akan bertahan selama 7 hari. Ampisilin injeksi, setelah mengalami pelarutan
sebaiknaya digunakan kurang dari 1 jam setelah pencampuran. Stabilitas
ampisilin injeksi setelah dilarutkan tergantung kenaikan konsentrasinya,
ampisillin peka sekali dengan cairan yang mengandung dextrose, karena akan
mengakibatkan efek katalitik dan menghidrolisis obat.
Kontraindikasi
Kontraindikasi untuk pasien yang hipersensitif
terhadap amoksisilin, penisilin, atau komponen lain dalam sediaan.
Efek Samping
SSP : Demam,
penisilin encephalitis, kejang.
Kulit : Erythema multifom, rash, urticaria.
GI : Lidah hitam berambut, diare, enterochollitis,
glossitis, mual, pseudomembranouscollitis, sakit mulut dan lidah, stomatitis,
muntah.
Hematologi : Agranulositosis, anemia, hemolitik
anemia, eosinophilia, leukopenia, trombocytopenia purpura.
Hepatik : AST meningkat.
Renal : Interstisisal nephritin (jarang)
Respiratory :
Laringuela stidor
Miscellaneous :
Anaphilaxis.
Interaksi
- Dengan Obat Lain :
Meningkatkan efek toksik:
1. Disulfiran dan
probenezid kemungkinan meningkatkan kadar ampisilin.
2. Warfarin
kemungkinan dapat meningkatkan kadar ampisilin
3. Secara teori,
jika diberikan dengan allopurinol dapat meningkatkan efek ruam.
Menurunkan efek:
Dicurigai ampisilin
juga dapat menurunkan efek obat kontrasepsi oral.
Dengan Makanan :
Makanan dapat menurunkan tingkat absorbsi ampisillin, sehingga kemungkinan akan menurunkan kadar
ampisillin.
Pengaruh
Terhadap Kehamilan :
Data keamanan penggunaan pada ibu hamil belum ada sehingga CDC (center for
disease controle and prevention) memasukannya pada Kelas faktor risiko
B.
Terhadap Ibu Menyususi :
CDC mengklasikasikan keamananya kategori B Karena amoksisilin terdistribusi
kedalam ASI (air susu ibu) maka dikhawatirkan amoksisilin dapat menyebabkan
respon hipersensitif untuk bayi, sehingga monitoring perlu dilakukan selama
menggunakan obat ini pada ibu menyusui.
Terhadap Anak-anak :
Data tentang keamanan masih establish
Terhadap Hasil Laboratorium : Berpengaruh terhadap hasil pengukuran :
Hematologi dan hepar.
Parameter Monitoring
Pengamatan rutin terhadap : Fungsi ginjal (ClCr), Fungsi Hepar (SGPT, SGOT),
Hematologi. (Hb), Indikator infeksi.(Suhu badan, kultur ).
Bentuk Sediaan
Kapsul, Serbuk Kering Suspensi Oral, Serbuk Injeksi
Peringatan
Pada pasien yang mengalami gagal ginjal, perlu penyesuaian dosis. Tingkat
kejadian ruam akibat penggunaan ampisilin pada anak – anak sebanyak 5 –
10% kebanyakan muncul pada 7-14 hari setelah penggunaan obat.
Kasus Temuan Dalam
Khusus
Informasi Pasien
Untuk menghindari timbulnya resistensi, maka sebaiknya amoksisilin
digunakan dalam dosis dan rentang waktu yang telah ditetapkan. Obat digunakan
dalam keadaan perut kosong (1 jam sebelum makan atau 2 jam setelah makan). Amati jika ada timbul gejala ESO obat, seperti mual, diare atau respon
hipersensitivitas. Jika masih belum memahami tentang penggunaan obat, harap
menghubungi apoteker. Jika keadaan klinis belum ada perubahan setelah
menggunakan obat, maka harap menghubungi dokter.
Mekanisme Aksi
Menghambat sintesis dinding sel bakteri dengan
mengikat satu atau lebih pada ikatan penisilin-protein (PBPs – Protein
binding penisilin’s), sehingga menyebabkan penghambatan pada tahapan akhir
transpeptidase sintesis peptidoglikan dalam dinding sel bakteri, akibatnya
biosintesis dinding sel terhambat dan sel bakteri menjadi pecah (lisis).
Monitoring Penggunaan Obat
Lamanya penggunaan obat : Menilai kondisi pasien
sejak awal hingga akhir penggunaan obat. Mengamati kemungkinan adanya efek anafilaksis pada
pemberian dosis awal.
|
||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
GENTAMISIN
2.4.2
|
||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
Golongan : Aminoglikosida
Komposisi : Gentamicin / Gentamisin sulfat
Indikasi : Infeksi Gram negatif (Pseudomonas,
Proteus, Serratia) dan Gram positif (Staphylococcus), infeksi
tulang, infeksi saluran nafas, infeksi kulit dan jaringan lunak, infeksi
saluran urin, abdomen, endokarditis dan septikemia , penggunaan topical, dan
profilaksis untuk bakteri endokarditis dan tindakan bedah.
Dosis, Cara Pemberian dan Lama Pemberian
Dosis
diberikan secara individu karena indek terapinya relatif sempit
Dosis umum :
Bayi dan anak < 5 tahun : 2,5
mg/kg BB setiap 8 jam secara i.v. atau i.m.
Anak > 5 tahun : 2 - 2,5 mg/kg BB setiap 8 jam secara i.v. atau i.m.
Note : Usual dose yang lebih
tinggi dan/atau frekuensi yang lebih tinggi (setiap 6 jam) yang diberikan pada
kondisi klinik secara selektif ( cystic fibrosis) data serum level yang dibutuhkan
Anak
dan dewasa :
Intratekal
: 4 – 8 mg/hari
Optalmik
:
Salep
: Dioleskan pada mata 2 – 3 kali sehari
sampai setiap 3 – 4 kali
Tetes
mata : Teteskan pada mata yang sakit 1 – 2 tetes setiap 2 – 4 jam, naikan 2tetes
setiap jam untuk infeksi parah
Topikal
:
Salep
: Salep dioleskan pada kulit yang sakit 3 – 4 kali sehari
Dewasa
: Diberikan secara i. v. atau i. m.
Konfensional
: 1 – 2,5 mg/kg BB/ dosis setiap 8 – 12 jam untuk mendapatkan kadar puncak
secara cepat pada terapi, dosis inisial yang lebih tinggi dapat diberikan
dengan pertimbangan yang cermat untuk pasien jika cairan ekstraseluler
meningkat (udem, syok
Dosis
tunggal : 4 – 7 mg/kg BB/dosis tunggal/hari; beberapa klinisi memberikan
rekomendasi dosis tersebut untuk pasien yang fungsi ginjalnya normal.
Indikasi
spesifik :
Bruselosis
: 240 mg/hari i.m. atu 5 mg/kg BB/hari secara i. v. selama 7 hari. Dapat
juga dikombinasi dengan Doxyciclin
Kolangitis : 4 – 6 mg/kg BB/hari dikombinasi dengan
Ampisilin
Divertikulitis (komplikasi) : 1,5 – 2 mg/kg BB setiap 8
jam (kombinasi dengan Ampisilin dan Metronidazol)
Profilaksis endokarditis : Gigi, mulut, saluran nafas
bagian, atas, saluran pencernaan, saluran urin 1,5 mg/kg BB dikombinasi dengan
Ampisilin 50 mg/kg BB 30 menit sebelum operasi
Endokarditis atau sejenisnya (untuk infeksi Gram Positif)
: 1 mg/kg BB setiap 8 jam (kombinasi dengan Ampisilin)
Meningitis Listeria : 5 – 7 mg/kg BB/hari dikombinasi
dengan Penicillin selama 1 minggu
Meningitis Neonatal, 0 – 7 hari :
Neonatal dengan BB < 2000 gr : 2.5 mg/kg BB setiap 18
– 24 jam.
Neonatal dengan BB > 2000 gr : 2,5 mg/kg BB setiap 12
jam
Meningitis
Neonatal, 8 – 28 hari :
Neonatal
dengan BB < 2000 gr : 2.5 mg/kg BB setiap 8 – 12 jam.
Neonatal dengan BB > 2000 gr : 2,5 mg/kg BB setiap 8
jam
Inflamasi
pelvik :
Loading Dose : 2 mg/kg BB, selanjutnya 1,5 mg/kg BB
setiap 8 jam
Alternate
therapy : 4,5 mg/kg BB/hari
Plague (Yersinia pestis) : 5
mg/kg BB/hari diikuti dengan postexposture dengan Doksisiklin.
Pneumonia : 7 mg/kg BB/hari
dikombinasi dengan antipseudomonas beta laktam atau Carbapene
Tularemia : 5 mg/kg BB/hari
dibagi setiap 8 jam untuk 1 – 2 minggu
Infeksi
saluran Urin :1,5 mg/kg BB/dosis setiap 8 jam
Interval
Dosis pada penurunan fungsi ginjal
Dosis
konvensional :
Klirens kreatinin >= 60 ml/menit : diberikan setiap 8 jam
Klirens
kreatinin 40 – 60 ml/menit : diberikan setiap 12 jam
Klirens kreatinin 20 – 40 ml/menit : diberikan setiap 24 jam
Klirens
kreatinin < 20 ml/menit : loading dose, kemudian monitor
Dosis
tinggi untuk terapi : Interval diperpanjang ( mis. setiap 48 jam) pada pasien
dengan gangguan ginjal yang moderat (klirens kreatinin 30 – 59 mL/menit)
dan atau dasar perhitungan pada serum level determination.
Hemodialisa
:
Dilanjutkan
dengan dialisa : 30% lanjutan dari Aminoglikosida dilaksanakan selama 4 jam
hemodialisa.; pemberian dosis selama hemodialisa dan follow level.
Terapi
lanjutan dengan Continuous ambulatory peritoneal dialysis (CAPD) : Pemberian
melalui cairan CAPD :
Infeksi
Gram–negative : 4 – 8 mg/L(4 – 8 mc/L) dari cairan CAPD
Infeksi
Gram–positif (mis. siergis) : 3 – 4 mg/L (mcg/L) dari cairan CAPD
Pemberian
injeksi dengan rute i. m. Atau i. v. Selama CAPD.
Dosis
untuk Clcr <10 mL/menit dan follow level
Lanjutan melalui kontinius
arterovenous atau venovenous hemofiltration :
Dosis
untuk Clcr 10 - 40 mL/menit dan follow level
Penyesuaian
dosis pada penyakit hepar : Monitor konsentrasi dalam plasma
Cara
pemberian :
1Injeksi i. m.atau i.v.
Tetes
mata
Lama penggunaan :
Sesuai
dengan aturan pada pemberian dosis
Farmakologi
Didistribusikan melalui plesenta
Volume
distribusi meningkat pada odem, asites dan menurun pada dehidrasi.
Neonatus
: 0,4- 0,6 per kg BB,
Anak
0,3 -0,35 /kg BB.
Dewasa
0,2-0,3 /kg BB
Protein
binding : < 30 %
Waktu
paruh eliminasi :
Infant
: umur < 1 minggu 3-11,5 jam. 1 minggu -6 bulan 3-3,5 jam.
Dewasa
; 1,5-3 jam.
Pasien
dengan gangguan ginjal 36-70 jam
Kadar puncak serum : i.m 30-90
menit; i.v. 30 menit setelah pemberian dengan infus
Ekskresi
: Urin
Stabilitas
Penyimpanan
Stabilitas
:
Stabil
selama 30 hari setelah kemasan ditusuk
Stabil
selama 24 pada suhu kamar dalam campuran NaCl fisiologis atau Dextrosa 5%
Penyimpanan
:
Tidak berwarna sampai kuning
muda pada penyimpanan pada suhu 2% - 30%
Jangan
disimpan di refrigerator
Kontraindikasi
Hipersensitif terhadap Gentamisin dan Aminoglikosida lain
Efek
Samping
>
10%
Susunan
syaraf pusat : Neurotosisitas (vertigo, ataxia)
Neuromuskuler
dan skeletal : Gait instability
Otic
: Ototoksisitas (auditory), Ototoksisitas (vestibular)
Ginjal
: Nefrotoksik ( meningkatkan klirens kreatinin) 1% – 10%
Cardiovaskuler
: Edeme
Kulit
: rash, gatal, kemerahan < 1%
Agranulositosis
Reaksi
alergi
Dyspnea
Granulocytopenia
Fotosensitif
Pseudomotor
Cerebral
Trombositopeni
Interaksi
·
Dengan Obat Lain : Penisilin,
Sefalosporin, Amfoterisin B, Diuretik dapat meningkatkan efek
nefrotoksik, efek potensiasi dengan neuromuscular blocking agen
·
Dengan Makanan : Harus dipertimbangkan terhadap
diet makanan yang mengandung Calcium, magnesium , potassium
Peringatan
Jangan
digunakan pada pengobatan yang lama karena dapat berisiko toksik pemberian yang
lama yaitu penurunan fungsi ginjal, miastenia gravis, hipokalsemia, kondisi
dengan depresi neuromuskuler transmitens
Aminoglikosoda
secara parenteral dapat menimbulkan nefrotoksisitas dan ototoksisitas dapat
secara langsung secara proporsional dengan jumlah obat yang diberikan dan
durasi pengobatan; tinnitus atau vertigo adalah indikasi dari vestibular injuri
dan mengancam hilangnya pendengaran.
2.4.3 ULSIKUR
INDIKASI
Ulkus
duodenum aktif, pencegahan ulkus duodenum kambuhan, ulkus lambung akut yang
jinak, sindroma Zollinger-Ellison.
PERHATIAN
Kerusakan
ginjal, keganasan lambung, hamil, menyusui.
Interaksi
obat :
Ø meningkatkan
kadar Lignokain, Fenitoin, Teofilin, Warfarin dalam darah.
Ø mengurangi
metabolisme hepatik dari antikoagulan tipe Warfarin, Fenitoin,
Ø Lidokain,
Teofilin.
EFEK
SAMPING
Diare,
pusing, mengantuk terus/ketagihan tidur, ruam kulit, sakit kepala yang bersifat
reversibel, nyeri sendi, nyeri otot, keadaan kekacauan/kebingungan yang bersifat
reversibel, ginekomastia ringan, impotensi yang bersifat reversibel, kebotakan,
neutropenia/agranulositosis, trombositopenia, anemia aplastik, demam, nefritis
interstisial, hepatitis, pankreatitis.
KEMASAN
Ampul
200 mg x 5 biji.
DOSIS
·
Injeksi intramuskular (IM) pada orang dewasa : 200 mg
tanpa dilarutan disuntikkan tiap 4-6 jam.
·
Infus intravena (IV) : 200 mg dilarutkan dalam 100 ml
injeksi Dekstrosa atau larutan IV lainnya diinfuskan selama 15-20 menit,
diulangi tiap 4-6 jam.Maksimal : 2 gram/hari.
·
Injeksi IV : larutkan 200 mg dalam larutan injeksi NaCl
sampai volume total 20 ml dan disuntikkan secara lambat paling sedikit selama 2
menit.
·
Ulangi tiap 4-6 jam. Pasien dengan gangguan ginjal : 200
mg tiap 12 jam.
DIPHENHIDRAMI 2.4.4
Ø Indikasi :
·
Rhinitis alergika, rhinitis vasomotor
·
Konjungtivitis alergika yang disebabkan oleh
alergen atau makanan
·
Urtikaria dan angioedema yang ringan tanpa
komplikasi
·
Dermatografisme
·
Reaksi alergi terhadap darah atau plasma, dan reaksi anafilaksis,
sebagai tambahan dari epinefrin dan pengobatan dasar, setelah gejala akut telah
diatasi
·
Mabuk perjalanan
·
Parkinsonisme (termasuk gejala ekstrapiramidal yang diakibatkan
obat-obatan) pada orang tua yang tidak dapat menerima obat yang lebih kuat,
serta kelompok umur lainnya dengan gejala yang ringan, atau sebagai kombinasi
dengan obat antikolinergik, sentral, atau bila terapi oral tidak memungkinkan
atau dikontraindikasikan.
Ø Dosis :
·
Oral :
-
Dewasa : 50 mg atau 20 mg, 3-4x sehari
-
Anak : 5 mg/kg/hari atau 150 mg/hari, sampai
300 mg/hari
·
Parenteral :
Untuk reaksi alergi :
·
Dewasa : 10-50 mg IM (dalam) atau IV (100 mg, bila dibutuhkan),
sampai 400 mg/hari
·
Anak : 5 mg/kg/hari atau 150 mg/hari, sampai 300 mg/hari, IM
(dalam) atau IV, terbagi dalam 4 dosis
Ø
Cara Pemberian dan Penyesuaian Dosis :
·
Untuk mabuk perjalanan, obat diberikan 30
menit sebelum perjalanan, diberikan sesudah makan, serta sebelum tidur.
Ø Kontra Indikasi :
·
Hipersensitivitas : terhadap difenhidramin
·
Gejala saluran pernafasan bagian bawah, termasuk asma
·
Pengobatan bersama MAO-inhibitor : efek antikolinergik dari
difenhidramin diperhebat adau diperlama.
Ø Perhatian :
·
Mengantuk, gangguan koordinasi : pekerjaan yang memerlukan
kewaspadaan dan ketelitian dapat terganggu : peringatkan penderita terhadap hal
ini.
·
Penderita usia lanjut : pusing, mengantuk, dan hipotensi lebih
sering terjadi pada penderita diatas umur 60 tahun.
·
Aktivitas “atropine-like”, antikolinergik : pakailah dengan
hati-hati pada penderita dengan riwayat asma bronkial, peninggian tekanan
intraokular, hipertiroidisme, penyakit kardiovaskuler atau hipertensi.
·
Penderita dengan resiko khusus : pakailah dengan hati-hati pada
penderita glaukoma “narrowangel”, tukak lambung, obstruksi pilorodudenal,
hipertrofi prostat atau obstruksi saluran kandung kencing.
Ø Efek Samping :
·
Kardiovaskuler : Hipotensi, sakit kepala,
palpitasi, takikardi, ekstrasistol.
·
Hematologi : anemia hemolitik,
trombositopenia, agranulositosis.
·
SSP : mengantuk, pusing, gangguan
koordinasi, keletihan, kebingungan, kecemasan, tremor, mudah tersinggung,
insomnia, euphoria, parastesis, vertigo, tinnitus, labirintitis akut, histeri,
neuritis, kejang.
·
Mata : gangguan penglihatan, diplopia.
·
Saluran pencernaan : sebah, anoreksia, mual,
muntah, diare, konstipasi.
·
Saluran kencing : sering kencing, sulit kencing, retensi urinal,
gangguan menstruasi.
·
Saluran pernapasan : pengentalan sekresi
bronkial, rasa berat di dada dan wheezing, pilek.u
·
Dermatologi : urtikaria, ruam kulit,
fotosensitivitas.
·
Hipersensitivitas : syok anafilaktik.
·
Lain-lain : Mulut, hidung, tenggorokan kering, menggigil, banyak
keringat.
Ø Penggunaan bagi
Anak-anak :
(lihat indikasi). Dikontraindikasikan bagi bayi baru
lahir atau prematur. Dapat menimbulkan eksitasi pada anak kecil,
overdosis dapat menimbulkan halusinasi, kejang atau kematian.
Ø
Penggunaan bagi Ibu Hamil dan Menyusui :
Keamanannya belum terbukti bagi ibu hamil.
Dikontraindikasikan bagi ibu menyusui, karena meningkatkan resiko efek samping
antihistamin pada bayi. Penderita sebaiknya tidak menyusui bila terpaksa memakai obat ini.
AMINOFILI 2.4.5
Komposisi : Aminophylline/Aminofilin.
Ø Indikasi : Menghilangkan & mencegah
gejala-gejala asma & bronkhospasme yang bersifat reversibel yang
berhubungan dengan bronkhitis kronis & emfisema.
Ø Kontra Indikasi : Tidak dianjurkan untuk anak
berusia kurang dari 12 tahun.
Ø
Perhatian : Pasien dengan penyakit jantung
berat, hipoksemia (keadaan kadar oksigen darah yang menurun) parah, gagal
jantung kongestif, penyakit hati, usia lanjut, hipertensi, atau
hipertiroidisme.
Ø Interaksi Obat : klirens Teofilin dikurangi
oleh Eritromisin dan makrolida lainnya, dan Simetidin.
Ø Efek Samping : Gangguan
saluran pencernaan, takhikardia, berdebar, & gemetar.
2.4.6 NOVALGIN
Ø
Komposisi : Metamizole Na
Ø
Indikasi : Nyeri hebat yang berhubungan dengan sakit kepala, sakit gigi, post op,
nyeri akut dan kronik karena spasme otot polos.
Ø
Dosis : Tablet = dewasa dan remaja >15 tahun 1tablet, maksimal 4x/hari ; Ampul =
dewasa dan remaja >15 tahun 2-5 ml IM/IV dosis tunggal, maksimal 10 ml/hari
Ø
Pemberian Obat : Berikan sesudah makan
Ø
Kontra Indikasi : Hipersensitif terhadap metamizol, pirazolon. Porifiria hepatik atau
defisiensi G6PD kongenital. Hamil dan laktasi
Ø
Perhatian : Asma bronkial atau infeksi saluran napas kronik, hipersensitif terhadap
obat antirematik dan analgesik. Penderita yang memberikan reaksi seperti
bersin, mata berair, wajah kemerahan jika minum minuman beralkohol. Gangguan
hematologi. Tablet 500 mg: anak <15 tahun. Injeksi : penderita yang memiliki
TD < 100 mmHg atau gangguan sirkulasi.
Ø
Efek Samping : Jarang, diskrasia darah dan syok. Agranulositis. Pembengkakan pada wajah,
gatal, rasa tertekan pada dada, takikardi, rasa dingin pada ekstremitas.
Ø
Interaksi Obat : Dapat menurunkan kadar siklosporin dalam dalam plasma. Dapat meningkatakan
efek dari alkohol.
Ø
Kemasan : Tablet 500 mg x 50 x 10 ; Ampul 500
2.4.7 VITAMIN A
Ø
Indikasi : Suplementasi vitamin A dosis tinggi (200.000 SI atau lebih rendah) yang
dilakukan secara berkala kepada anak, dimaksudkan untuk menghimpun cadangan
vitamin A dalam hati, agar tidak terjadi kekurangan vitamin A dan akibat buruk
yang ditimbulkannya, seperti xeroptalmia, kebutaan dan kematian. Cadangan vitamin
A dalam hati dapat digunakan sewaktu-waktu bila diperlukan. Pemberian kapsul
vitamin A 200.000 SI kepada anak usia 1-5 tahun dapat memberi perlindungan
selama 6 bulan, tergantung berapa banyak vitamin A dari makanan sehari-hari
dikonsumsi oleh anak dan penggunaannya dalam tubuh.
Ø
Dosis : 200.000 SI
Ø
Over Dosis : Hipervitaminosis A: Suatu kondisi dimana vitamin A dalam darah atau
jaringan tubuh begitu tinggi sehingga menyebabkan timbulnya gejala-gejala yang
tidak diinginkan. Hipervitaminosis akut: disebabkan karena pemberian dosis
tunggal vitamin A yang sangat besar, atau pemberian berulang dosis tunggal yang
lebih kecil tetapi masih termasuk dosis besar karena dikonsumsi dalam periode
1-2 hari. Hipervitaminosis A akut: pada bayi dan anak biasanya terjadi dalam
waktu 24 jam. Pada beberapa anak, mengkonsumsi dosis 300.000 IU atau lebih
dapat menyebabkan mual, muntah dan sakit kepala. Penonjolan ubun-ubun dapat terjadi
pada bayi umur >1 tahun yang mengkonsumsi dosis yang sangat besar, tetapi
ini ringan dan akan hilang seketika dalam waktu 1-2 hari. Pengobatannya adalah
menghentikan suplementasi vitamin A dan pengobatan asimptomatis.
Hipervitaminosis kronis : disebabkan karena mengkonsumsi dosis tinggi yang
berulang-ulang dalam waktu beberapaa bulan atau beberapa tahun. Keadaan ini
biasanya hanya terjadi pada orang dewasa yang mengatur pengobatannya sendiri.
Hipervitaminosis kronis : pada anak-anak usia muda dan bayi biasanya
menyebabkan anoreksia (tidak nafsu makan), kulit kering, gatal dan kemerahan,
peningkatan tekanan intrakranial, bibir pecah-pecah, tungkai dan lengan lemah
dan membengkak. Pengobatannya adalah menghentikan suplementasi vitamin A dan
pengobatan simptomatis, disamping itu hendaknya terhadap kemungkinan penyakit
lain yang dapat merupakan penyebab.
Ø
Komposisi : Dalam makanan, retinol adalah bentuk vitamin A
Ø
Penggunaan pada Wanita Hamil : Ada kemungkinan terjadi resiko pada janin, bila si ibu mengkonsumsi vitamin
A dalam jumlah yang berlebihan, terutama pada trisemester pertama. Hasil
percobaan binatang menunjukkan terjadi cacat bawaan, baik akibat
hipovitaminosis maupun hipervitaminosis A selama kehamilan, tetapi pada manusia
hasil tersebut secara statik tidak bermakna. Meskipun demikian, mengingat
adanya data tentang akibat tersebut diatas, baik pada manusia maupun hewan,
bagi wanita-wanita subur yang mungkin sedang hamil (misalnya bila telah lebih 6
bulan setelah kelahiran bayi terakhir), sebaiknya hanya mengkonsumsi vitamin A
dengan kadar secukupnya saja. Vitamin A dosis tinggi tidak dianjurkan untuk
diberikan pada wanita hamil. Untuk menjaga kesehatan dapat diberikan dosis
kecil, yaitu yang tidak melebihi 10.000 per hari.
Ø
Golongan : Vitamin
2.4.8 KA-EN 3B
Ø
Komposisi : Per L Na 50 mEq, K 20 mEq, Cl 50 mEq, lactate 20 mEq, glocose 27 g
Ø
Indikasi : Menyalurkan atau memelihara keseimbangan air dan elektrolit pada keadaan
dimana asupan makanan peroral tidak mencukupi atau tidak mungkin
Ø
Dosis : Dewasa dan anak ≥3 tahun atau BB ≥15 kg 500-1000 ml pada 1x pemberian
secara IV drip
Ø
Kontra Indikasi : Hiperkalemi, oliguria, penyakit Addison, luka bakar berat dan azotemia.
Kelebihan Na, sindrom malabsorpsi glukosa-galaktosa, cedera hati yang berat,
aritmia jantung.
Ø
Perhatian : Gagal jantung kongestif, gagal ginjal, edema paru, dan jaringan perifer,
pre-eklamsi, hipertensi, post-traumatik, sepsis berat, asidosis, obstruksi
saluran kemih, DM
Ø
Efek Samping : Alkalosis; odema otak, paru, perifer; intoksikasi air dan hiperkalemi,
tromboflebitis
Ø
Interaksi Obat : Ca
Ø
Kemasan : Larutan infus 500 ml
2.4.9
KA-EN 4B
Ø
Komposisi : Per L Na 30 mEq, K 8 mEq, Cl 28 mEq, lactate 10 mEq, glucose 37,5 g
Ø
Indikasi : Suplai cairan dan elektrolit untuk bayi dan anak <3 tahun atau BB <15
kg
Ø
Dosis : Dosis disesuaikan menurut kondisi, umur, dan BB
Ø
Kontra Indikasi : Na berlebih, penyakit hati berat, sindrom malabsorpsi, glukosa-galaktosa,
aritmia jantung, hiperkalemia, oligiria, penyakit Addison, luka bakar berat dan
azotemia
Ø
Perhatian : Gagal jantung kronik, edema perifer dan pulmoner, gangguan fungsi ginjal,
pre-eklamsia, hipoproteinemia, stadium pasca traumatik dini, sepsis berat,
asidosis, berkurang pengeluaran urine karena penyakit obstruksi saluran kemih,
DM
Ø
Efek Samping : Edema serebral, pulmonal dan perifer; intoksikasi cairan terjadi pada infus
yang berlebihan khususnya pada bayi baru lahir dan neonatus; tromboflebitis
Ø
Kemasan : Larutan 500 ml
0 komentar:
Posting Komentar