KANKER SERVIKS DAN DAMPAK PENGGUNAAN ANTISEPTIK PADA VAGINA


1.      Kanker Serviks
a.       Pengertian Kanker
      Kanker merupakan sel-sel neoplasma ganas yang mengalami kerusakan gen berat serta luas sehingga sel-selnya menyimpang jauh dari normal asalnya. Sel neoplasma adalah sel tubuh kita sendiri yang mengalami perubahan (transformasi) sehingga bentuk, sifat, dan kinetiknya berubah sehingga tumbuhnya menjadi autonom, liar, tak terkendali, dan terlepas dari koordinasi pertumbuhan normal. Secara sederhana dikenal sel neoplasma jinak dan sel neoplasma ganas (kanker). Transformasi sel itu terjadi karena mutasi gen yang mengatur pertumbuhan dan diferensiasi sel, yaitu proto onkogen dan atau supresor gen (Sukardja, 2000).
      American Cancer Society (2008) menyatakan, kanker adalah sekelompok penyakit yang ditandai oleh pertumbuhan dan perkembangan sel-sel yang tidak terkontrol dan abnormal. Kanker dapat dicetuskan oleh factor eksternal dan factor internal yang memicu terjadinya proses karsinogenesis (proses pembentukan kanker). Factor eksternal dapat juga berupa infeksi, radiasi, zat kimia tertentu dan juga konsumsi tembakau, sedangkan mutasi (baik yang diturunkan maupun akibat metabolism), hormone dan kondisi system imun merupakan factor internal.

b.      Pengertian Kanker Serviks
      Kanker serviks adalah tumor ganas primer yang berasal dari sel epitel squamosa. Kanker serviks merupakan kanker yang terjadi pada serviks atau leher rahim, suatu daerah pada organ reproduksi wanita yang merupakan pintu masuk kearah rahim, letaknya antara rahim (uterus) dan liang senggama atau vagina (Notodiharjo, 2002). Kanker serviks biasanya menyerang wanita berusia 35-55 tahun. Sebanyak 90% dari kanker serviks berasal dari sel squamosa yang melapisi serviks dan 10% sisanya berasal dari sel kelenjar penghasil lendir pada saluran servikal yang menuju ke rahim.
      Kanker Serviks adalah kanker yang menyerang bagian serviks (mulut rahim). Kanker atau karsinoma sendiri merupakan istilah medis yang biasanya digunakan untuk menyebut suatu massa/tumor/ benjolan yang memiliki sifat ganas. Massa/tumor ini merupakan penyakit pertumbuhan sel dalam tubuh dimana bentuknya, sifat dan juga kinetikanya berbeda dengan sel normal tubuh lainnya. Pertumbuhan sel kanker umumnya sangat liar, terlepas dari kendali pertumbuhan sel normal (http://www.infokedokteran.com diakses pada tanggal 7 April 2012).

c.       Anatomi Serviks
            Serviks adalah bagian dari rahim yang paling sempit, terhubung ke fundus uteri oleh uterine isthmus. Serviks berasal dari latin yang berarti  leher. Bentuknya silinder atau lebih tepatnya kerucut. Batas atas serviks adalah ostium interna. Serviks letaknya menonjol melalui dinding vagina anterior atas. Bagian yang memproyeksikan kedalam vagina disebut sebagai portio vaginalis. Rata-rata ukurannya adalah 3 cm panjang dan lebar 2,5 cm lebar portio vaginalis. Ukuran dan bentuk serviks bervariasi sesuai usia, hormone dan paritas. Sebelum melahirkan, ostium eksternal masih sempit, hanya berbentuk lingkaran kecil ditengah serviks. Bagian luar dari serviks menuju ostium eksternal disebut ektoserviks. Lorong antara ostium eksterna ke rongga endometrium disebut sebagai kanalis endoservikalis (Julian, 1997)
            Pasokan darah dari servikal berasal dari arteri illiaca internal, yang membentuk uterine arteri. Serviks dan cabang arteri vagina dari uterus mensuplai bagian vagina bagian atas (Julian, 1997)
            Serviks terutama terdiri dari jaringan pengikat diselingi serabut-serabut otot. Pada keadaan tidak hamil teraba keras dan kenyal. Selam kehamilan serviks menjadi sangat lunak. Ini disebabkan oleh vaskularisasi yang bertambah, udema dan hyperplasi kelenjar-kelenjar. Kelenjar-kelenjar tubuler menjadi sangat aktif dan menghasilkan banyak lendir. Sekresinya menumpuk pada canalis servicalis dan menebal, membentuk apa yang dinamakan sumbat lendir (mucous plug). Lendir ini dengan efektif menyumbat canalis servicalis, mencegah masuknya bakteri-bakteri dan zat-zat lain kedalam cavum uteri (Harry Oxorn, 2003)

d.      Tanda dan Gejala Kanker Serviks
1)      Keputihan
Pada permulaan penyakit yaitu pada stadium praklinik karsinoma insitu dan mikro invasive) belum di jumpai gejala-gejala yang spesifik bahkan sering tidak dijumpai gejala. Awalnya keluar cairan mucus yang encer, keputihan seperti krem tidak gatal, kemudian menjadi merah muda lalu kecoklatan dan sangar berbau bahkan sampai dapat tercium oleh seisi rumah penderita. Bau ini timbul karena ada jaringan nekrosis (Azis dan Saifuddin, 2006)

2)      Perdarahan Pervaginam
Awal stadium invasive, keluhan yang timbul adalah perdarahan diluar siklus haid, yang dimulai sedikit-sedikit yang makin lama makin banyak atau perdarahan terjadi akibat terbukanya pembuluh darah disertai dengan pengeluaran sekret yang berbau busuk, bila perdarahan berlanjut lama dan semakin sering akan menyebabkan penderita menjadi sangat anemis dan dapat terjadi shock, dijumpai pada penderita kanker serviks stadium lanjut (Azis dan Saifuddin, 2006)

3)      Perdarahan Kontak
Keluhan ini sering dijumpai pada awal stadium invasif, biasanya timbul perdarahan setelah bersenggama. Hal ini terjadi akibat trauma pada permukaan serviks yang telah mengalami lesi (Rasjidi Imam, 2008)

4)      Nyeri
Rasa nyeri ini dirasakan dibawah perut bagian bawah sekitar panggul yang biasanya unilateral yang terasa menjalar ke paha dan ke seluruh panggul. Nyeri bersifat progresif sering dimulai dengan “ Low Back Pain” di daerah lumbal, menjalar ke pelvis dan tungkai bawah, gangguan miksi dna berat badan semakin lama semakin menurun khususnya pada stadium lanjut.

5)      Konstipasi
Apabila tumor meluas sampai kedinding rectum, kemudian terjadi keluhan konstipasi dan fistula rectoingional (Thomas, 2002)

6)      Inkontinensia Urine
Gejala ini sering ditemui pada stadium lanjut yang merupakan komplikasi akibat terbentuknya fistula dari kandung kemih ke vagina ataupun fistula dari rectum ke vagina karena proses lanjutan metastase kanker serviks (Thomas, 2002)

7)      Gejala-gejala Lainnya
Semakin lanjut dan bertambah parahnya penyakit, penderita akan menjadi kurus, anemis karena perdarahan terus-menerus, malaise, nafsu makan hilang, syok, dan dapat sampai meninggal dunia (Rahmat, 2001)

e.       Penyebab Kanker Serviks
Munoz (2003) menyatakan dengan jelas bahwa HVP merupakan penyebab utama kanker serviks. Pada 90,7% sampel penderita kanker serviks ditemukan DNA HPV. Komponen DNA virus HPV telah terdeteksi dalam lebih 90% lesi intraepitel squamosa (LIS) dan karsinoma serviks uteri invasive dibandingkan dengan presentase yang lebih rendah didapat pada control (Gracia, 2007)
Lebih dari 80 tipe HPV telah ditemukan, dan sekitar 40 tipe dapat menginfeksi saluran genetalia dapat dibedakan menjadi tipe risiko-rendah, yang banyak ditemukan pada penyakit kutil genetalis , dan tipe resiko-tinggi yang biasanya berasosiasi dengan kejadian karsinoma serviks uteri. Adapun HPV genetalis yang merupakan tipe resiko-tinggi adalah HPV tipe 16, 18, 31, 33, 35, 39, 45, 51, 52, 56, 58, 59, 68, 73 dan 82. Sedangakan tipe HPV tipe 26, 53, dan 66 diduga karsinogenik (Munoz, 2003)

f.       Patogenesis Kanker Serviks
Kausa utama karsinoma serviks adalah infeksi virus Human Papiloma yang onkogenik. Resiko terinfeksi HPV sendiri meningkat setelah melakukan aktivitas seksual. Pada kebanyakan wanita, infeksi ini akan hilang dengan spontan. Tetapi jika infeksi ini persisten maka akan terjadi integrasi genom dari virus kedalam genom sel manusia, menyebabkan hilangnya control normal dari pertumbuhan sel serta ekspresi onkoprotein E6 dan E7 yang bertanggung jawab terhadap perubahan maturasi dan differensiasi dari epitel serviks (WHO, 2008)
Menurut Budiningsih (2007) dalam Sarwono (2007), lokasi awal terjadinya karsinoma serviks biasanya pada atau dekat dengan pertemuan epitel kolumnar diendoserviks atau yang juga dikenal dengan squamocolumnar junction. Terjadinya karsinoma serviks yang invasif berlangsung dalam beberapa tahap. Tahapan pertama dimulai dari lesi pre-invasif, yang ditandai dengan adanya abnormalitas dari sel yang biasa disebut dysplasia. Dysplasia ditandai dengan adanya anositosis (sel dengan ukuran yang berbeda-beda), poikilositosis (bentuk sel yang berbeda-beda), hiperkromatik sel, dan adanya gambaran sel yang sedang bermitosis dalam jumlah yang tidak biasa. Dysplasia ringan bila ditemukan hanya sedikit sel-sel abnormal, sedangkan jika abnormalitas tersebut mencapai setengah ketebalan sel, dinamakan dysplasia sedang.  Dysplasia berat terjadi bila abnormalitas sel pada seluruh ketebalan sel, namun belum menembus membrane basalis. Sedangkan pada tahap invasif, gejala yang dirasakan lebih nyata seperti perdarahan intermenstrual dan post koitus, discharge vagina purulen yang berlebihan berwarna kekuning-kuningan terutama bila lesi nekrotik, berbau dan bercampur dengan darah, sistisis berulang, dan gejala akan lebih parah pada stadium lanjut dimana penderita akan mengalami cachexia, obstruksi gastrointestinal dan system renal (Edianto, 2006)

g.      Penyebaran Kanker Leher Rahim
Menurut Diananda (2007), proses penyebaran kanker leher ada tiga macam yaitu:
1)      Melalui pembuluh limfe (limfogen) menuju ke kelenjar getah bening
2)      Melalui pembuluh darah (hematogen)
3)      Penyebaran langsung ke parametrium, korpus uterus, vagina, kandung kemih, dan rectum.

h.      Klasifikasi Kanker Serviks
Menurut Wiknyosastro (1997), pembagian stadium kanker leher rahim adalah sebagai berikut:
1)      Stadium I        : kanker hanya terbatas pada daerah mulut dan leher rahim (serviks). Pada stadium ini dibagi dua. Pada stadium I-A baru didapati karsinoma mikro invasive dimulut rahim. Pada stadium I-B kanker sudah mengenai leher rahim.
2)      Stadium II       : kanker sudah mencapai badan rahim (korpus) dan sepertiga vagina. Pada stadium II-A, kanker belum mengenai jaringan-jaringan di seputar rahim (parametrium). Stadium II-B mengenai parametrium.
3)      Stadium III     : pada stadium III-A, kanker sudah mencapai dinding panggul. Stadium III-B kanker mencapai ginjal.
4)      Stadium IV     : pada stadium IV-A, kanker menyebar organ-organ terdekat seperti anus, kandung kemih, ginjal dan lain-lain. Pada stadium IV-B, kanker menyebar ke organ-organ jauh seperti hati, paru-paru, hingga otak.

i.        Deteksi Dini Kanker Serviks
            Deteksi dini merupakan kunci penanggulangan penyakit kanker. Kanker leher rahim stadium dini sering tidak menimbulkan gejala atau tanda yang khas. Namun demikian kanker stadium dini dapat dideteksi dengan suatu pemeriksaan sederhana yang dikenal dengan Pap Smear. Setiap wanita yang telah melakukan hubungan seksual, beresiko untuk menderita kanker leher rahim. Oleh karena itu, pap smear dilakukan setelah ada aktifitas seksual. Jika pemeriksaan pertama ternyata tidak ada kelainan dysplasia atau kanker, maka tes diulangi setelah satu tahun, jika hasilnya tetap negative pemeriksaan dilanjutkan tiap 2-3 tahun sampai umur 65-70 tahun. Jika ditemukan pra kanker, maka pemeriksaan diulangi 6 bulan berikutnya (Nurrochmi, 2001)

j.        Pencegahan Kanker Serviks
Sebagian besar kanker dapat dicegah dengan kebiasaan hidup sehat dan menghindari factor-faktor penyebab kanker meliputi (Dalimartha, 2004):
1)      Menghindari berbagai factor resiko, yaitu hubungan seks pada usia muda, pernikahan pada usia muda, dan berganti-ganti pasangan seks
2)      Wanita usia diatas 25 tahun, telah menikah, dan sudah mempunyai anak perlu melakukan pap smear setahun sekali atau menurut petunjuk dokter
3)      Pilih kontrasepsi dengan metode barrier, seperti diafragma dan kondom, karena dapat member perlindungan terhadap kanker leher rahim
4)      Dianjurkan untuk berperilaku hidup sehat, seperti menjaga kebersihan alat kelamin dan tidak merokok
5)      Memperbanyak makan sayur dan buah

k.      Pengobatan Kanker Serviks
Pemilihan pengobatan kanker serviks tergantung pada lokasi dan ukuran tumor, stadium penyakit, usia, keadaan umum penderita, dan rencana untuk hamil lagi. Pengobatan kanker serviks antara lain (Diananda, 2007):
1)      Pembedahan
Pembedahan merupakan salah satu terapi yang bersifat kuratif maupun paliatif. Kuratif adalah tindakan yang langsung menghilangkan penyebabnya sehingga manifestasi klinik yang ditimbulkan dapat dihilangkan. Sedangkan tindakan paliatif adalah tindakan yang berarti memperbaiki keadaan penderita.

2)      Terapi Penyinaran
Terapi penyinaran efektif untuk mengobati kanker invasif yang masih terbatas pada daerah panggul. Pada radioterapi digunakan sinar berenergi tinggi untuk merusak sel-sel kanker dan menghentikan perubahannya.

3)      Kemoterapi
Apabila kanker telah menyebar ke luar panggul, maka dianjurkan menjalani kemoterapi. Kemoterapi menggunakan obat-obatan untuk membunuh sel-sel kanker. Obat anti kanker bisa diberikan melalui suntikan intravena atau melalui mulut.
4)      Terapi Biologis
Terapi biologis berguna untuk memperbaiki system kekebalan tubuh dalam melawan penyakit. Terapi biologis tersebut dilakukan pada kanker yang telah menyebar kebagian tubuh lainnya.

5)      Terapi Gen
Terapi gen dilakukan dengan berbagai cara:
                                          a)            Mengganti gen yang rusak atau hilang
                                          b)            Menghentikan kerja gen yang bertanggung jawab terhadap pembentukan sel kanker
                                          c)            Menambahkan gen yang membuat sel kanker lebih mudah dideteksi dan dihancurkan oleh system kekebalan tubuh, kemoterapi maupun radioterapi
                                         d)            Menghentikan kerja gen yang memicu pembuatan pembuluh darah yang baru dijaringan kanker sehingga sel-sel kankernya mati.

l.        Factor-faktor Yang Mempengaruhi Kanker Serviks
Menurut Diananda (2007), factor yang mempengaruhi kanker serviks adalah:
1)      Usia > 35 tahun mempunyai resiko tinggi terhadap kanker leher rahim. Semakin tua seseorang, maka semakin meningkat risiko terjadinya kanker serviks. Meningkatnya risiko kanker serviks pada usia lanjut merupakan gabungan dari meningkatnya dan bertambah lamanya waktu pemaparan terhadap karsinogen serta makin melemahnya system kekebalan tubuh akibat usia

2)      Usia Pertama Kali Menikah. Menikah pada usia ≤ 20 tahun dianggap terlalu muda untuk melakukan hubungan seksual dan beresiko kenker serviks 10-12 kali lebih besar daripada mereka yang menikah pada usia > 20 tahun. Hubungan seks idealnya dilakukan setelah seorang wanita benar-benar matang. Ukuran kematangan bukan hanya dilihat dari sudah manstruasi atau belum. Kematangan juga bergantung pada sel-sel mukosa yang terdapat diselaput kulit bagian dalam rongga tubuh. Umumnya sel-sel mukosa baru matang setelah wanita berusia 20 tahun keatas. Jadi, seorang wanita yang menjalin hubungan seks pada usia remaja, paling rawan bila dilakukan dibawah usia 16 tahun. Hal ini berkaitan dengan kematangan sel-sel mukosa pada serviks. Pada usia muda, sel-sel mukosa pada serviks belum matang. Artinya masih rentan terhadap rangsangan sehingga tidak siap menerima rangsangan dari luar. Termasuk zat-zat kimia yang dibawa sperma. Karena masih rentan, sel-sel mukosa bisa berubah sifat menjadi kanker. Sifat sel kanker selalu berubah setiap saat yaitu mati dan tumbuh lagi. Dengan adanya rangsangan, sel bisa tumbuh lebih banyak dari sel yang mati, sehingga perubahannya tidak seimbang lagi. Kelebihan sel ini akhirnya bisa berubah sifat menjadi sel kanker. Lain halnya bila hubungan seks dilakukan pada usia diatas 20 tahun, dimana sel-sel mukosa tidak lagi terlalu rentan terhadap perubahan.

3)      Wanita dengan aktivitas seksual yang tinggi dan sering berganti-ganti pasangan. Berganti-ganti pasangan akan memungkinkan tertularnya penyakit kelamin, salah satunya Human Papiloma Virus (HPV). Virus ini akan mengubah sel-sel dipermukaan mukosa sehingga membelah menjadi lebih banyak dan tidak terkendali sehingga menjadi kanker.


4)      Penggunaan Antiseptik. Kebiasaan pencucian vagina dengan menggunakan obat-obatan antiseptic maupun deodorant akan mengakibatkan iritasi di serviks yang merangsang terjadinya kanker.

5)      Wanita yang merokok. Nikotin, mempermudah semua selaput sel-sel tubuh bereaksi atau menjadi terangsang, baik pada mukosa tenggorokan, paru-paru maupun serviks. Namun tidak diketahui dengan pasti berapa jumlah nikotin yang dikonsumsinya bisa menyebabkan kanker serviks. Resiko wanita perokok terkena 4-13 kali lebih besar dibandingkan wanita bukan perokok.


6)      Riwayat penyakit kelamin seperti kutil genetalia. Wanita yang terkena penyakit akibat hubungan seksual beresiko terkena virus HPV, karena virus HPV diduga sebagai penyebab utama terjadinya kanker serviks sehingga wanita yang mempunyai riwayat penyakit kelamin beresiko terkena kanker serviks.

7)      Paritas (jumlah kelahiran). Semakin tinggi resiko pada wanita dengan banyak anak, apalagi dengan jarak persalinan yang terlalu pendek. Dari berbagai literature yang ada, seorang perempuan yang sering melahirkan (banyak anak) termasuk golongan resiko tinggi untuk terkena penyakit kanker serviks. Dengan seringnya ibu melahirkan, maka akan berdampak pada seringnya terjadi perlukaan di organ reproduksinya yang akhirnya dampak dari luka tersebut akan memudahkan timbulnya Human Papiloma Virus (HPV) sebagai penyebab terjadinya penyakit kanker serviks.


8)      Penggunaan kontrasepsi oral dalam jangka waktu lama. Penggunaan kontrasepsi oral yang dipakai dalam jangka waktu yang lama yaitu lebih dari 4 tahun dapat meningkatkan resiko kanker serviks 1,5-2,5 kali. Kontrasepsi oral mungkin dapat  meningkatkan resiko kanker serviks Karena jaringan leher rahim merupakan salah satu sasaran yang disukai oleh hormone steroid perempuan. Hingga tahun 2004, telah dilakukan studi epidemiologis tentang hubungan antara kanker serviks dan penggunaan kontrasepsi oral. Meskipun demikian, efek penggunaan kontrasepsi oral terhadap resiko kanker serviks masih kontroversional. Sebagai contohnya, penelitian yang dilakukan olah Khasbiyah (2004) dengan menggunakan studi kasus control. Hasil studi tidak menemukan adanya peningkatan resiko pada perempuan pengguna atau mantan pengguna kontrasepsi oral karena hasil penelitian tidak memperlihatkan hubungan dengan nilai p> 0,05.

2.      Anatomi Vagina
Vagina berupa suatu tabung fibromuskuler, dikelilingi oleh vulva dibawah, uterus diatas, vesica urinaria didepan dan rectum dibelakang. Arahnya miring dari atas ke bawah. Cervix uteri menonjol ke dalam vagina pada dinding depannya sehingga dinding depan vagina (6 sampai 8 cm) lebih pendek daripada dinding belakang (7 sampai 10 cm). Penonjolan servik ke dalam vagina membagi puncak menjadi empat fornices, satu fornix anterior, satu fornix posterior dan dua fornices lateralis. Fornix posterior jauh lebih dalam disbanding dengan lain-lainnya (Harry Oxorn, 2003)
Dinding vagina terdiri atas empat lapis:
a.        Mukosa yang merupakan lapisan epithelia
b.      Submukosa yang kaya akan pembuluh-pembuluh darah
c.       Muscularis yang merupakan lapisan ketiga
d.      Lapisan jaringan pengikat di sebelah luar yang menghubungkan vagina dengan bangunan-bangunan di sekitarnya.
            Jaringan muskulusnya merupakan kelanjutan dari muskulus sfingter ani dan muskulus levator ani, oleh karena itu dapat dikendalikan. (Ida Bagus, 1998)
3.      Antiseptik
a.       Pengertian  Antiseptik
      Antiseptik berasal dari bahasa Yunani yang secara singkat berarti kuman. Senyawa itu digunakan pada jaringan hidup atau kulit untuk mengurangi kemungkinan infeksi atau berkembangnya kuman. Harus dibedakan antara antiseptik dengan antibiotik yang berperan untuk membunuh kuman di dalam tubuh dan desinfektan, yaitu senyawa yang membunuh kuman dari benda mati. Beberapa jenis antibiotik ada yang berperan membunuh bakteri, ada juga yang hanya menghambat pertumbuhan bakteri.
      Antiseptik adalah larutan antimikroba yang digunakan untuk mencegah infeksi, sepsis, dan putrefaksi. Antiseptik berbeda dengan antibiotik dan disinfektan, yaitu antibiotik digunakan untuk membunuh mikroorganisme di dalam tubuh, dan disinfektan digunakan untuk membunuh mikroorganisme pada benda mati. Beberapa antiseptik merupakan germisida, yaitu mampu membunuh mikroba, dan ada pula yang hanya mencegah atau menunda pertumbuhan mikroba tersebut. Antibakterial adalah antiseptik hanya dapat dipakai melawan bakteri (Anonymous,2006)
 
a. Efek Penggunaan Antiseptik Dalam Membersihkan Daerah Vagina
               Merawat organ kewanitaan tinggal didaerah tropis yang panas membuat tubuh sering berkeringat. Keringat ini membuat tubuh lembab, terutama organ seksual dan reproduksi yang tertutup dan berlipat. Akibatnya bakteri mudah berkembang biak dan ekosistem di vagina terganggu sehingga menimbulkan bau tak sedap serta infeksi. Ekosistem vagina adalah lingkaran kehidupan yang ada divagina. Ekosistem ini dipengaruhi oleh dua factor utama yaitu estrogen dan lactobacillus (bakteri baik). Jika keseimbangan ini terganggu, lactobacillus akan mati dan bakteri pathogen akan tumbuh sehingga tubuh rentan terhadap infeksi (http://www.dechacare.com/kesehatan - vagina-1331 .html diakses pada tanggal 8 April 2012)
Divagina terdapat bakteri, 95% adalah bakteri yang baik sedang sisanya bakteri pathogen. Agar ekosistem seimbang, dibutuhkan tingkat keasaman (pH balance) pada kisaran 3,8-4,2. Dengan tingkat keasaman tersebut, lactobacillus akan subur dan bakteri pathogen akan mati. Banyak faktor yang menyebabkan ketidakseimbangan ekosistem vagina, antara lain kontrasepsi oral, diabetes mellitus, pemakaian antibiotic, darah haid, cairan mani, penyemprotan cairan kedalam vagina (douching), dan gangguan hormone (pubertas, menopause, atau kehamilan). Dalam keadaan normal vagina mempunyai bau yang khas. Tetapi bila ada infeksi atau keputihan yang tidak normal dapat menimbulkan bau yang mengganggu seperti bau yang tidak sedap, menyengat dan amis yang disebabkan jamur, bakteri atau kuman lainnya. Jika infeksi yang terjadi divagina ini dibiarkan, bisa masuk sampai kedalam rahim    (http://www.dechacare.com/kesehatan - vagina-1331 .html diakses pada tanggal 8 April 2012)
               Penggunaan cairan antiseptik pada vagina secara berlebihan, terutama yang tidak memiliki pH balanced, akan mengakibatkan perubahan pada pH vagina yang menyebabkan bakteri-bakteri yang normal tumbuh di vagina mati, dan akhirnya  timbul keluhan-keluhan seperti keputihan.
               Perlu diketahui bahwa di dalam vagina wanita normal, banyak terdapat kuman Lactobacillus sp yang merupakan satpam atau tentara vagina. Sesuai dengan namanya kuman ini menghasilkan zat asam laktat dengan memecah gula yang ada di sel-sel dinding vagina dan juga menghasilkan hidrogen peroksida. Asam laktat akan menyebabkan susana dalam liang vagina menjadi asam. Sudah menjadi sifat asam, mampu membunuh kuman. Sehingga jika ada kuman dari luar yang masuk ke vagina akan mati. Sedangkan lactobacillus sendiri tahan terhadap asam.
               Secara normal selain lactobacillus didalam liang vagina terdapat sedikit kuman yang dalam keadaan normal tidak mengganggu. Nama kumannya Gadnerella dan Mycoplasma. Kedua kuman ini dalam kondisi normal tidak mengganggu serta jumlahnya sedikit. Dalam keadaan ke-asam-an vagina menurun keduanya berkembang berlipat ganda sehingga menimbulkan infeksi yang namanya Bacterial Vaginosis (BV). Salah satu penyebab menurunnya keasaman vagina adalah pemakaian produk pembersih vagina. Dimana akibat kandungan antiseptik pada produk pembersih lactobacillus ikut terbunuh. Ini terjadi akibat proses alkalinisasi (=lawan asam) yang berulang-ulang. Penyebab lain alkalinisasi adalah hubungan seks dan kehamilan. Jadi hal yang wajar jika wanita hamil mengalami infeksi kuman-kuman ini.
               BV dikenal juga dengan istilah non-spesifik vaginitis (akhiran ”itis atau is” artinya radang). Keputihan yang dihasilkan oleh radang ini berbau amis (fishy odor), sekret (cairan vagina) warna abu-abu dan keasaman vagina menurun (ph>4,5).
           
b.      Cara Menjaga Organ Reproduksi
               Daripada sibuk memilih obat pencuci vagina, yang utama perlu dilakukan adalah menjaga kebersihan di organ reproduksi. Apalagi kita tinggal di daerah dengan kelembaban tinggi, maka jangan biarkan kuman bertumbuh subur di daerah reproduksi.
1)      Usahakan higiene di daerah tersebut benar-benar sempurna. Selalu cebok sampai bersih setiap habis ke belakang. Kalau sesudah BAB, perhatikan cara cebok, jangan diseret ke depan dari lubang anus ke arah vagina, tapi justru dari vagina ke belakang, sebab kuman-kuman yang ada di lubang dubur bisa berpindah ke daerah sekitar vagina. Setelah cebok, basuh dengan handuk atau lap hingga kering.
2)      Begitu ada keluhan keputihan yang bukan alamiah, misalnya berbau, berwarna hijau, kuning, disertai perdarahan, banyak dan waktunya sering, segera periksa ke dokter. Keputihan seperti itu bersifat patologis. Jadi harus segera diperiksa untuk dicari penyembuhannya.
3)      Jangan kenakan pakaian dalam yang terlalu ketat. Paling baik adalah yang terbuat dari katun yang menyerap keringat. Daerah di sekitar vagina harus dijaga agar selalu tetap kering. Pakaian dan celana dalam yang ketat hanya akan membuat suasana di daerah intim menjadi lembab. Lembab bisa menjadi tempat berkumpulnya jamur dan kuman.
4)      Hindari pemakaian panty liner terlalu sering karena akan membuat vagina menjadi tambah lembab. Rambut-rambut di kemaluan, mengeluarkan keringat. Jika tertutup terus oleh panty liner, keringat akan terus bertambah sementara bahan panty liner yang tak berpori, menghambat sirkulasi udara di sekitar vagina.
5)      Untuk mencegah jamur dan kuman tumbuh subur, buang kebiasaan menahan kencing. Karena ditahan, air kencing menetes di celana. Padahal air seni ini merupakan lahan subur tempat tumbuhnya kuman.
6)      Sebelum tidur, usahakan untuk mencuci vagina setelah berhubungan dengan suami.
7)      Yang tak kalah penting, kendati keluhan keputihan tidak muncul, lakukan pemeriksaan Pap Smear secara berkala. Minimal setahun sekali, terutama untuk wanita yang sudah menikah.
8)      Jangan lupa memperhatikan kebersihan lingkungan secara keseluruhan. Menjaga higiene lingkungan juga penting. Periksalah kualitas air di rumah. Air yang kotor tentu tidak layak untuk membersihkan daerah yang sensitif seperti vagina.
9)      Perhatikan pula kesehatan fisik secara keseluruhan. Bila perlu, lakukan general check-up secara keseluruhan, termasuk kondisi kesehatan gigi.Pernah ada penelitian terhadap kasus keputihan yang tidak pernah berhenti. Ternyata penyebabnya bukan dari jamur atau infeksi di sekitar vagina, melainkan dari infeksi yang timbul di sekitar gigi. Dengan kata lain, kesehatan lingkungan memang mempengaruhi kesehatan tubuh, termasuk kesehatan alat reproduksi.

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS
Read Comments

1 komentar:

Unknown mengatakan...

teriamakasih banyak... ternyata ada dampak burknya ya...

http://obatasliindonesia.com/obat-herbal-nyeri-haid-terbaik/

Posting Komentar