ASUHAN KEPERAWATAN ATRESIA ANI PADA ANAK
Penyakit Atresia ani adalah tidak
terjadinya perforasi membrane yang memisahkan bagian entoderm mengakibatkan
pembentukan lubang anus yang tidak berhubungan langsung dengan rectum (sumber Purwanto,
2001 RSCM)
Waktu penanganan Atresia ani
tergantung pada jenis atresia ani, semakin tidak ada anus maka penanganan
atresi ani semakin cepat dan segera mungkin, penanganan pasien atresia ani
membutuhkan waktu yang lama karena operasi yang dilakukan untuk pasien atresia
ani > 2 kali, operasi pembentukan coloctomi, PSA dan penutupan colostomi.
Sehingga dalam penanganannya membutuhkan perawatan pra dan post colostomi
A. Landasan
Teori
1. Pengertian
Atresia Ani
Atresia
Ani adalah kelainan kongenital yang dikenal sebagai anus imperforate meliputi
anus, rectum atau keduanya (Betz. Ed 3 tahun 2002). Atresia ini atau anus
imperforate adalah tidak terjadinya perforasi membran yang memisahkan bagian
entoderm mengakibatkan pembentukan lubang anus yang tidak sempurna. Anus tampak
rata atau sedikit cekung ke dalam atau kadang berbentuk anus namun tidak
berhubungan langsung dengan rectum. (sumber Purwanto. 2001 RSCM)
Atresia
ani adalah malformasi congenital dimana rectum tidak mempunyai lubang keluar
(Walley,1996). Ada juga yang menyebutkan bahwa atresia ani adalah tidak
lengkapnya perkembangan embrionik pada distal anus atau tertutupnya anus secara
abnormal (Suriadi,2001). Sumber lain menyebutkan atresia ani adalah kondisi
dimana rectal terjadi gangguan pemisahan kloaka selama pertumbuhan dalam
kandungan.
Atresia
Ani merupakan kelainan bawaan (kongenital), tidak adanya lubang atau saluran
anus (Donna L. Wong, 520 : 2003).
Atresia
berasal dari bahasa Yunani, artinya tidak ada, trepis artinya nutrisi atau
makanan. Dalam istilah kedokteran atresia itu sendiri adalah keadaan tidak
adanya atau tertutupnya lubang badan normal atau organ tubular secara
kongenital disebut juga clausura. Dengan kata lain tidak adanya lubang di
tempat yang seharusnya berlubang atau buntunya saluran atau rongga tubuh, hal
ini bisa terjadi karena bawaan sejak lahir atau terjadi kemudian karena proses
penyakit yang mengenai saluran itu.
Atresia
dapat terjadi pada seluruh saluran tubuh, misalnya atresia ani. Atresia ani
yaitu tidak berlubangnya dubur. Atresia ani memiliki nama lain yaitu anus
imperforata. Jika atresia terjadi maka hampir selalu memerlukan tindakan
operasi untuk membuat saluran seperti keadaan normalnya
Menurut
Ladd dan Gross (1966) anus imperforata dalam 4 golongan, yaitu:
a. Stenosis rektum yang lebih rendah
atau pada anus
b. Membran anus yang menetap
c. Anus imperforata dan ujung rektum
yang buntu terletak pada bermacam-macam jarak dari peritoneum
d. Lubang anus yang terpisah dengan
ujung
2. Anatomi
Fisiologi
3. Klasifikasi
Atresia Ani
4. Etiologi
Atresia Ani
Ada
beberapa factor penyebab terjadinya atresia ani adalah:
a. Putusnya
saluran pencernaan dari atas dengan daerah dubur sehingga bayi lahir tanpa
lubang dubur
b. Kegagalan
pertumbuhan saat bayi dalam kandungan berusia 12 minggu/3 bulan
c. Adanya
gangguan atau berhentinya perkembangan embriologik didaerah usus, rektum bagian
distal serta traktus urogenitalis, yang terjadi antara minggu keempat sampai
keenam usia kehamilan.
d. kelainan
bawaan anus disebabkan oleh gangguan pertumbuhan, fusi, dan pembentukan anus dari
tonjolan embriogenik
e. Atresia
ani dapat terjadi disertai dengan beberapa kelainan kongenital saat lahir
seperti:
1) Sindrom
vactrel (sindrom dimana terjadi abnormalitas pada vertebral, anal, jantung,
trachea, esofahus, ginjal dan kelenjar limfe)
2) Kelainan
sistem pencernaan.
3) Kelainan
sistem pekemihan.
4) Kelainan
tulang belakang
Menurut peneletian beberapa ahli masih
jarang terjadi bahwa gen autosomal resesif yang menjadi penyebab atresia ani.
Orang tua yang mempunyai gen carrier penyakit ini mempunyai peluang sekitar 25%
untuk diturunkan pada anaknya saat kehamilan. 30% anak yang mempunyai sindrom
genetic, kelainan kromosom atau kelainan congenital lain juga beresiko untuk
menderita atresia ani. Sedangkan kelainan bawaan rectum terjadi karena gangguan
pemisahan kloaka menjadi rectum dan sinus urogenital sehingga biasanya disertai
dengan gangguan perkembangan septum urorektal yang memisahkannya.
5. Manifestasi
Klinik
Manifestasi
klinik atresia ani adalah:
a. Mekonium
tidak keluar dalam 24 jam pertama setelah kelahiran
b. Tidak
dapat dilakukan pengeluaran suhu rectal pada bayi
c. Mekonium
keluar melalui fistula atau anus yang salah letaknya
d. Distensi
bertahap dan adanya tanda-tanda obstruksi usus (bila tidak ada fistula)
e. Bayi
muntah-muntah pada umur 24-48 jam
f. Pembuluh
darah dikulit abdomen akan terlihat menonjol
g. Pada
pemeriksaan rectal touche terdapat adanya membran anal
h. Perut
kembung
(Betz. Ed 7 2002)
6. Patofisiologi
Atresia Ani
Terjadinya
anus imperforata karena kelainan congenital dimana saat proses perkembangan
embrionik tidak lengkap pada proses perkembangan anus dan rectum. Dalam
perkembangan selanjutnya ujung ekor dari belakang berkembang jadi kloaka yang
juga akan berkembang jadi genitor urinary dan struktur anoretal.
Atresia
ani ini terjadi karena tidak sempurnanya migrasi dan perkembangan kolon antara
12 minggu atau tiga bulan selama perkembangan janin. Kegagalan tersebut terjadi
karena abnormalitas pada daerah uterus dan vagina, atau juga pada proses
obstruksi. Anus imperforate ini terjadi karena tidak adanya pembukaan usus
besar yang keluar anus sehingga menyebabkan feses tidak dapat dikeluarkan.
Manifestasi
klinis diakibatkan adanya obstuksi dan adanya 'fistula. Obstuksi ini
mengakibatkan distensi abdomen, sekuestrasi cairan, muntah dengan segala
akibatnya Apabila urin mengalir melalui fistel menuju rektum, maka urin akan
diabsorbsi sehingga terjadi asidosis hiperchloremia, sebaliknya feses mengalir
kearah traktus urinarius menyebabkan infeksi berulang. Pada keadaan ini
biasanya akan terbentuk fistula antara rectum dengan organ sekitarnya. Pada
wanita 90% dengan fistula ke vagina (rektovagina) atau perineum
(rektovestibuler). Pada laki- laki biasanya letak tinggi, umumnya fistula
menuju ke vesika urinaria atau ke prostate (rektovesika) pada letak rendah
fistula menuju ke urethra (rektourethralis)
8. Pemeriksaan
Penunjang
a. Pemeriksaan rectal digital dan
visual adalah pemeriksaan diagnostik yang umum dilakukan pada gangguan
ini. Pemeriksaan fisik rectum kepatenan rectal dapat dilakukan colok
dubur dengan menggunakan selang atau jari.
b. Jika ada fistula, urin dapat
diperiksa untuk memeriksa adanya sel-sel epitel mekonium.
c. Pemeriksaan sinyal X lateral infeksi
(teknik wangensteen-rice) dapat menunjukkan adanya kumpulan udara dalam ujung
rectum yang buntu pada mekonium yang mencegah udara sampai keujung kantong
rectal.
d. Ultrasound dapat digunakan untuk
menentukan letak rectal kantong. Ultrasound terhadap
abdomen Digunakan untuk melihat fungsi organ internal terutama dalam system
pencernaan dan mencari adanya faktor reversible seperti obstruksi oleh karena
massa tumor.
e. Aspirasi jarum untuk mendeteksi
kantong rectal dengan menusukan jarum tersebut sampai melakukan aspirasi, jika
mekonium tidak keluar pada saat jarum sudah masuk 1,5 cm Derek tersebut
dianggap defek tingkat tinggi.
Pemeriksaan
radiologis dapat ditemukan
a.
Udara
dalam usus berhenti tiba-tiba yang menandakan obstruksi di daerah tersebut
b.
Tidak
ada bayangan udara dalam rongga pelvis pada bagian baru lahir dan gambaran ini
harus dipikirkan kemungkinan atresia reftil/anus impoefartus, pada bayi dengan
anus impoefartus. Udara berhenti tiba-tiba di daerah sigmoid, kolon/rectum.
c.
Dibuat
foto anterpisterior (AP) dan lateral. Bayi diangkat dengan kepala dibawah dan
kaki diatas pada anus benda bang radio-opak, sehingga pada foto daerah antara
benda radio-opak dengan dengan bayangan udara tertinggi dapat diukur.
d.
Sinar
X terhadap abdomen
dilakukan untuk menentukan kejelasan
keseluruhan bowel dan untuk mengetahui jarak pemanjangan kantung rectum dari
sfingternya.
e.
Ultrasound
terhadap abdomen
digunakan untuk melihat fungsi organ
internal terutama dalam system pencernaan dan mencari adanya faktor reversible
seperti obstruksi oleh karena massa tumor.
f.
CT
Scan
digunakan untuk menentukan lesi.
g.
Pyelografi
intra vena
digunakan untuk menilai pelviokalises
dan ureter.
h.
Pemeriksaan
fisik rectum
kepatenan rectal dapat dilakukan
colok dubur dengan menggunakan selang atau jari.
i.
Rontgenogram
abdomen dan pelvis
juga bisa digunakan untuk
mengkonfirmasi adanya fistula yang berhubungan dengan traktus urinarius.
9. Penatalaksanaan
Atresia Ani
a.
Pembedahan
Terapi
pembedahan pada bayi baru lahir bervariasi sesuai dengan keparahan kelainan.
Semakin tinggi gangguan, semakin rumit prosedur pengobatannya. Untuk kelainan
dilakukan kolostomi beberapa lahir, kemudian anoplasti perineal yaitu dibuat
anus permanen (prosedur penarikan perineum abnormal) dilakukan pada bayi
berusia 12 bulan. Pembedahan ini dilakukan pada usia 12 bulan dimaksudkan untuk
memberi waktu pada pelvis untuk membesar dan pada otot-otot untuk berkembang.
Tindakan ini juga memungkinkan bayi untuk menambah berat badan dan bertambah
baik status nutrisnya. Gangguan ringan diatas dengan menarik kantong rectal
melalui afingter sampai lubang pada kulit anal fistula, bila ada harus tutup
kelainan membranosa hanya memerlukan tindakan pembedahan yang minimal membran
tersebut dilubangi degan hemostratau skapel.
b.
Pengobatan
1) Aksisi membran anal (membuat anus buatan)
2) Fiktusi
yaitu dengan melakukan kolostomi sementara dan setelah 3 bulan dilakukan korksi
sekaligus (pembuat anus permanen) (Staf Pengajar FKUI. 205).
10. Pengkajian
Atresia Ani
Menurut
Gordon data dapat dikelompokkan menjadi 11 konsep yang meliputi :
a.
Persepsi Kesehatan – Pola Manajemen
Kesehatan
Mengkaji
kemampuan pasien dan keluarga melanjutkan perawatan di rumah
b.
Pola nutrisi – Metabolik
Anoreksia,
penurunan BB dan malnutrisi umu terjadi pada pasien dengan atresia ani post
kolostomi. Keinginan pasien untuk makan mungkin terganggu oleh mual dan munta
dampak dari anestesi.
c.
Pola Eliminasi
Dengan
pengeluaran melalui saluran kencing, usus, kulit dan paru maka tubuh
dibersihkan dari bahan - bahan yang melebihi kebutuhan dan dari produk buangan.
Oleh karena pada atresia ani tidak terdapatnya lubang pada anus, sehingga
pasien akan mengalami kesulitan dalam defekasi (Whaley & Wong,1996).
d.
Pola Aktivitas dan Latihan
Pola
latihan dan aktivitas dipertahankan untuk menhindari kelemahan otot.
e.
Pola Persepsi Kognitif
Menjelaskan
tentang fungsi penglihatan, pendengaran, penciuman, daya ingatan masa lalu dan
ketanggapan dalam menjawab pertanyaan.
f.
Pola Tidur dan Istirahat
Pada
pasien mungkin pola istirahat dan tidur terganggu karena nyeri pada luka
inisisi
g.
Konsep Diri dan Persepsi Diri
Menjelaskan
konsep diri dan persepsi diri misalnya body image, body comfort. Terjadi
perilaku distraksi, gelisah, penolakan karena dampak luka jahitan operasi
(Doenges,1993)
h.
Peran dan Pola Hubungan
Bertujuan
untuk mengetahui peran dan hubungan sebelum dan sesudah sakit. Perubahan pola
biasa dalam tanggungjawab atau perubahan kapasitas fisik untuk melaksanakan
peran (Doenges,1993).
i.
Pola Reproduktif dan Sexual
Pola
ini bertujuan menjelaskan fungsi sosial sebagi alat reproduksi (Doenges,1993).
j.
Pola Pertahanan Diri, Stress dan
Toleransi
Adanya
faktor stress lama, efek hospitalisasi, masalah keuangan, rumah (Doenges,1993).
k.
Pola Keyakinan dan Nilai
Untuk
menerangkan sikap, keyakinan klien dalam melaksanakan agama yang dipeluk dan
konsekuensinya dalam keseharian. Dengan ini diharapkan perawat dalam memberikan
motivasi dan pendekatan terhadap klien dalam upaya pelaksanaan ibadah
(Mediana,1998).
l.
Pemeriksaan Fisik
Hasil
pemeriksaan fisik yang didapatkan pada pasien atresia ani adalah anus tampak
merah, usus melebar, kadang – kadang tampak ileus obstruksi, termometer yang
dimasukkan melalui anus tertahan oleh jaringan, pada auskultasi terdengan
hiperperistaltik, tanpa mekonium dalam 24 jam setelah bayi lahir, tinja dalam
urin dan vagina (Whaley & Wong,1996).
0 komentar:
Posting Komentar