Solusio Placenta
A. Definisi
Solusio
plasenta adalah lepasnya sebagian atau seluruh jaringan plasenta yang
berimplantasi normal pada kehamilan di atas 22 minggu dan sebelum anak lahir
B. Nama lain solusio placenta
1. Abruptio
placentae
2. Ablatio
placentae
3. Accidental
haemorrhage
4. Premature
separation of the normally implanted placenta
C. Etiologi
Penyebab
utama dari solusio plasenta masih belum diketahui pasti. Meskipun demikian ada
beberapa factor yang diduga mempengaruhi nya, antara lain :
- penyakit hipertensi menahun
- pre-eklampsia
- tali pusat yang pendek
- trauma
- tekanan oleh rahim yang membesar pada vena cava inferior
- uterus yang sangat mengecil ( hidramnion pada waktu ketuban pecah, kehamilan ganda pada waktu anak pertama lahir )
Di samping
hal-hal di atas, ada juga pengaruh dari :
- umur lanjut
- multiparitas
- ketuban pecah sebelum waktunya
- defisiensi asam folat
- merokok, alcohol, kokain
- mioma uteri
D. Klasifikasi
Secara
klinis solusio plasenta dibagi dalam :
- solusio placenta ringan
- solusio placenta sedang
- solusio placenta berat
Klasifikasi
ini dibuat berdasarkan tanda-tanda klinisnya, sesuai derajat terlepasnya
placenta. Pada solusio placenta, darah dari tempat pelepasan mencari jalan
keluar antara selaput janin dan dinding rahim dan akhirnya keluar dari serviks
dan terjadilah solusio placenta dengan perdarahan keluar / tampak. Kadang-kadang darah tidak keluar
tapi berkumpul di belakang placenta membentuk hematom retroplasenta. Perdarahan
ini disebut perdarahan ke dalam/ tersembunyi. Kadang- kadang darah masuk ke
dalam ruang amnion sehingga perdarahan tetap tersembunyi.
E. Frekuensi
Solusio
plasenta terjadi kira-kira 1 di antara 50 persalinan. Di Rumah Sakit Dr Cipto
Mangunkusumo antara tahun 1968-1971 solusio placenta terjadi kira-kira 2,1 %
dari seluruh persalinan , yang terdiri dari : 14% solusio placenta sedang, 86 %
solusio placenta berat.
F. Patologi
Solusio
placenta dimulai dengan perdarahan dalam desidua basalis, kemudian terjadi
hematom dalam desidua yang mengangkat lapisan-lapisan di atasnya. Hematom ini
makin lama makin besar sehingga placenta terdesak dan akhirnya terlepas. Jika
perdarahan sedikit, hematom yang kecil itu hanya akan mendesak jaringan
placenta, belum mengganggu peredaran darah antara uterus dan placenta, sehingga
tanda dan gejalanya pun tidak jelas. Setelah placenta lahir baru didapatkan
cekungan pada permukaan maternalnya dengan bekuan darah lama yang berwarna
kehitaman.
Perdarahan
akan berlangsung terus menerus karena otot uterus yang teregang oleh kehamilan
itu tak mampu untuk berkontraksi lebih untuk menghentikan perdarahan. Akibatnya
hematoma retroplasenter akan bertambah besar, sehingga sebagian dan akhirnya
seluruh placenta akan terlepas. Sebagian akan menyelundup di bawah selaput
ketuban keluar dari vagina atau menembus selaput ketuban masuk ke dalam kantong
ketuban, atau mengadakan ekstravasasi di antara serabut otot uterus. Bila
ekstravasasi berlangsung hebat, maka seluruh permukaan uterus akan berbercak
ungu atau biru, disebut uterus couvelaire. Uterus seperti ini sangat tegang dan
nyeri.
Akibat
kerusakan jaringan miometrium dan pembekuan retroplasenter, banyak romboplastin
akan masuk ke dalam peredaran darah ibu, sehingga terjadi pembekuan
intravaskuler dimana-mana, menyebabkan sebagian besar persediaan fibrinogen
habis.
Akibatnya,
terjadi hipofibrinogenemi yang menyebabkan gangguan pembekuan darah pada uterus
maupun alat-alat tubuh lainnya. Perfusi ginjal akan terganggu karena syok dan
pembekuan intravaskuler. Oliguria dan proteinuria akan terjadi akibat nekrosis
tubuli ginjal mendadak yang masih dapat sembuh kembali, atau akibat nekrosis
korteks ginjal mendadak yang biasanya berakibat fatal. Nasib janin tergantung
dari luasnya placenta yang lepas. Apabila sebagian besar atau seluruhnya
terlepas, anoksia akan mengakibatkan kematian janin. Apabila sebagian kecil
yang lepas, mungkin tidak berpengaruh sama sekali atau mengakibatakan gawat
janin.
Waktu adalah
hal yang sangat menentukan dalam beratnya gangguan pembekuan darah, kelainan
ginjal dan nasib janin. Makin lama sejak terjadinya solusio placenta sampai
persalinan selesai, makin hebat komplikasinya.
G. Gejala klinis
1. Perdarahan
yang disertai nyeri, juga diluar his.
2. Anemi dan
syok, beratnya anemi dan syok sering tidak sesuai dengan banyaknya darah yang
keluar.
3. Uterus keras
seperti papan dan nyeri dipegang karena isi uterus bertambah dengan darah yang
berkumpul di belakang placenta sehingga uterus teregang (uterus en bois).
4. Palpasi sukar karena rahim keras.
5. Fundus uteri makin lama makin
naik.
6. Bunyi
jantung biasanya tidak ada.
7. Pada
toucher teraba ketuban yang tegang terus menerus (karena isi uterus bertambah)
8. Sering ada proteinuri karena
disertai preeclampsia
H. Diagnosis
Diagnosis
solusio plasenta didasarkan adanya perdarahan antepartum yang bersifat nyeri,
uterus yang tegang dan nyeri. Setelah plasenta lahir, ditemukan adanya impresi
(cekungan) pada permukaan maternal plasenta akibat tekanan dari hematom
retroplasenta.
I. Gambaran klinik
· Solusio
plasenta ringan
Ruptura sinus marginalis sama sekali
tidak mempengaruhi keadaan ibu ataupun janinnya. Apabila terjadi perdarahan
pervaginam, warnanya akan kehitaman dan jumlahnya sedikit sekali. Perut mungkin
terasa agak sakit atau terus menerus agak tegang. Uterus yang agak tegang ini
harus diawasi terus menerus apakah akan menjadi lebih tegang karena perdarahan
terus menerus. Bagian
bagian janin masih mudah teraba.
· Solusio
plasenta sedang
Plasenta telah lepas lebih dari
seperempatnya tapi belum sampai duapertiga luas permukaannya. Tanda dan
gejalanya dapat timbul perlahan-lahan seperti solusio plasenta ringan, atau
mendadak dengan gejala sakit perut terus menerus, yang disusul dengan
perdarahan pervaginam. Walaupun perdarahan pervaginam tampak sedikit, mungkin
perdarahan telah mencapai 1000ml. Dinding uterus teraba tegang terus menerus
dan nyeri tekan sehingga bagian-bagian janin sukar diraba. Bila janin masih
hidup, bunyi jantungnya sukar didengar dengan stetoskop biasa, harus dengan
stetoskop ultrasonic. Tanda-tanda persalinan biasanya telah ada dan akan
selesai dalam waktu 2 jam. Kelainan pembekuan darah dan kelainan ginjal mungkin
telah terjadi, walaupun biasanya terjadi pada solusio plasenta berat.
· Solusio plasenta berat.
Plasenta telah lepas lebih dari
duapertiga permukaannya. Terjadi sangat tiba-tiba. Biasanya ibu telah jatuh
dalam syok dan janin telah meninggal. Uterus sangat tegang seperti papan,
sangat nyeri, perdarahan pervaginam tidak sesuai dengan keadaan syok ibu,
malahan mungkin , perdarahan pervaginam belum sempat terjadi. Besar kemungkinan
telah terjadi kelainan pembekuan darah dan kelainan ginjal.
J. PEMERIKSAAN PENUNJANG
USG : menilai
implantasi plasenta dan seberapa luas terlepasnya plasenta dari tempat
implantasinya, biometri janin, indeks cairan amnion, kelainan bawaan dan
derajat maturasi plasenta.
Kardiotokografi : pada kehamilan di atas 28 minggu.
Laboratorium : darah perifer lengkap, fungsi hemostasis, fungsi hati, atau fungsi ginjal (disesuaikan dengan beratnya penyulit atau keadaan pasien). Lakukan pemeriksaan dasar : hemoglobin, hematokrit, trombosit, waktu pembekuan darah, waktu protrombin, waktu tromboplastin parsial, dan elektrolit plasma.
Kardiotokografi : pada kehamilan di atas 28 minggu.
Laboratorium : darah perifer lengkap, fungsi hemostasis, fungsi hati, atau fungsi ginjal (disesuaikan dengan beratnya penyulit atau keadaan pasien). Lakukan pemeriksaan dasar : hemoglobin, hematokrit, trombosit, waktu pembekuan darah, waktu protrombin, waktu tromboplastin parsial, dan elektrolit plasma.
TERAPI
Terapi Medik
1. Tidak terdapat renjatan : usia gestasi < 36 minggu atau TBJ < 2500 gram.
a. Ringan : terapi
konservatif bila ada perbaikan (perdarahan berhenti, kontraksi uterus
tidak ada, janin hidup dan keadaan umum ibu baik) dan dapat dilakukan
pemantauan ketat keadaan janin dan ibu. Pasien tirah baring, atasi
anemia, USG dan KTG serial (bila memungkinkan) dan tunggu partus normal.
Terapi aktif dilakukan bila ada perburukan (perdarahan berlangsung
terus, kontraksi uterus terus berlangsung, dan dapat mengancam ibu dan
atau janin). Bila perdarahan banyak, skor pelvik < 5 atau persalinan
masih lama > 6 jam, lakukan seksio sesarea. Bila partus dapat terjadi
< 6 jam, amniotomi dan infus oksitosin.
b. Sedang / Berat : resusitasi
cairan, atasi anemia (transfusi darah), partus pervaginam bila < 6
jam (amniotomi dan infus oksitosin); bila perkiraan partus > 6 jam,
lakukan seksio sesarea.
2. Tidak terdapat renjatan : usia gestasi ³ 36 minggu atau ³ 2500 gram.
Solusio plasenta derajat ringan/sedang/berat bila persalinan lebih dari 6 jam, lakukan seksio sesarea.
3. Terdapat renjatan :
Atasi
renjatan, resusitasi cairan dan transfusi darah. Bila renjatan tidak
teratasi, upayakan tindakan penyelamatan yang optimal. Bila renjatan
dapat diatasi, pertimbangkan untuk seksio sesarea bila janin hidup atau
partus lebih lama dari 6 jam.
Terapi Bedah
1. Partus per vaginam dengan kala dua dipercepat.
2. Seksiosesarea atas indikasi medik.
3.
Seksiohisterektomi bila terdapat perdarahan postpartum yang tidak dapat
diatasi dengan terapi medikamentosa atau ligasi arteri uterina. Ligasi
hipogastrika hanya boleh dilakukan oleh operator yang kompeten.
K. Komplikasi
Komplikasi
pada ibu dan janin tergantung dari luasnya plasenta yang terlepas dan lamanya
solusio plasenta berlangsung. Komplikasinya antara lain :
1. Perdarahan
Perdarahan antepartum dan
intrapartum pada solusio plasenta hampir tidak dapat dicegah, kecuali dengan
menyelesaikan persalinan segera. Persalinan dapat dipercepat dengan pemecahan
ketuban dan pemberian infus dengan oksitosin. Bila persalinan telah selesai,
penderita belum bebas dari bahaya perdarahan postpartum karena kontraksi uterus
yang tidak kuat untuk menghentikan perdarahan pada kala 3, dan kelainan
pembekuan darah. Kontraksi uterus yang tidak kuat itu disebabkan oleh
ekstravasasi darah diantara otot-otot miometrium, seperti yang terjadi pada
uterus couvelaire. Apabila perdarahan postpartum itu tidak dapat diatasi dengan
kompresi bimanual uterus, pemberian uterotonika, maupun pengobatan kelainan
pembekuan darah, maka tindakan terakhir adalah histerektomia atau pengikatan
arteri hipogastrika.
2. Kelainan
pembekuan darah.
Kelainan pembekuan darah biasanya
disebabkan oleh hipofibrinogenemi. Page (1951) dan Schneider (1955) menerangkan
dengan masuknya tromboplastin ke dalam peredaran darah ibu akibat terjadinya
pembekuan darah retroplasenta, sehingga terjadi pembekuan darah intravascular
dimana-mana, yang akan menghabiskan faktor-faktor pembekuan darah lainnya,
terutama fibrinogen. Kadar fibrinogen plasma normal pada wanita hamil cukup
bulan ialah 450mg% , berkisar antara 300-700mg% dalam 100cc. Di bawah 150mg per
100cc disebut hipofibrinogenemi. Apabila kadar fibrinogen lebih rendah dari
100mg% per 100cc, akan terjadi gangguan pembekuan darah.
Kecurigaan
akan adanya kelainan pembekuan darah harus dibuktikan dengan pemeriksaan secara
laboratorium.
·
Penentuan kuantitatif kadar
fibrinogen
· Pengamatan
pembekuan darah untuk menentukan :
o
Waktu pembekuan darah
o
Besarnya dan kemantapan bekuan darah
o
Adanya factor seperti heparin
(antikoagulansia) dalam peredaran darah
o
Adanya fibrinolisin dalam peredaran
darah
·
Hitung trombosit
·
Penentuan waktu protrombin
·
Penentuan waktu tromboplastin
Penentuan
fibrinogen secara laboratoris memakan waktu yang lama. Oleh karena itu untuk keadaan akut
baik dilakukan clot observation test,dengan cara:
Kira-kira 5ml darah ibu dimasukkan ke dalam tabung reaksi
berukuran 15 ml, kemudian digoyang perlahan-lahan setiap semenit sekali. Apabila
dalam 6 menit tidak terjadi bekuan, ataupun terjadi bekuan tapi bentuknya tidak
padat dan mencair 1 jam kemudian, hal itu menunjukkan adanya kelainan pembekuan
darah.
Besar bekuannya abnormal bila hanya menempati kurang dari
35-45% dari volume darah semula, dan kemantapannya abnormal apabila bekuannya
tidak tahan kocokan beberapa kali setelah setengah jam.
Waktu pembekuan seperti diperiksa pengamatan pembekuan darah
itu menunjukkan kira-kira kadar fibrinogen darahnya. Apabila waktu pembekuannya
kurang dari 6 menit, kadar fibrinogen darahnya kira-kira lebih dari 150mg%.
Apabila waktu pembekuannya lebih dari 6 menit dan bekuannya kurang baik, kadar
fibrinogen darahnya kira-kira 100-150mg%. Apabila tidak terbentuk bekuan dalam
waktu 30 menit, kadar fibrinogen darahnya mungkin lebih rendah dari 100mg%.
Terjadinya hipofibrinogenemi :
Biasanya koagulopati terjadi dalam 2
fase yaitu :
Fase 1: Pada
pembuluh darah terminal (arteriol, kapiler, venol) terjadi
pembekuan darah, disebut disseminated intravascular clotting.
Akibatnya peredaran darah kapiler terganggu. Jadi, pada fase 1 turunnya
pembekuan darah, disebut disseminated intravascular clotting.
Akibatnya peredaran darah kapiler terganggu. Jadi, pada fase 1 turunnya
kadar fibrinogen disebabkan pemakaian zat tersebut maka fase
1 disebut
juga
koagulopati konsumtif.
Diduga bahwa hematom retroplasenta
mengeluarkan tromboplastin yang
menyebabkan
pembekuan intravascular tersebut. Akibat gangguan
mikrosirkulasi,
terjadi kerusakan jaringan pada alat-alat yang penting
karena
hipoksia. Kerusakan ginjal menyebabkan oliguri / anuri dan akibat
gangguan
mikrosirkulasi ialah syok.
Fase 2: Fase ini sebetulnya fase
regulasi reparative ialah usaha badan untuk membuka kembali peredaran darah
kapiler yang tersumbat. Usaha ini dilaksanakan dengan fibrinolisis.
Fibrinolisis yang berlebihan,akan menurunkan kadar fibrinogen hingga terjadi
perdarahan patologis.
- Oliguria
Pada tahap
oliguria, keadaan umum penderita biasanya masih baik. Oleh karena itu, oliguria
hanya dapat diketahui dengan pengukuran teliti pengeluaran urin yang harus
secara rutin dilakukan pada solusio plasenta sedang, dan solusio plasenta
berat, apalagi yang disertai perdarahan tersembunyi, pre eklampsia, atau
hipertensi menahun.
Terjadinya
oliguria belum dapat diterangkan dengan jelas. Mungkin berhubungan dengan
hipovolemi dan penyempitan pembuluh darah ginjal akibat perdarahan yang banyak.
Adapula yang menerangkan bahwa tekanan intrauterin yang tinggi menimbulkan
reflex penyempitan pembuluh darah ginjal. Kelainan pembekuan darah berperan
pula dalam terjadinya kelainan fungsi ginjal ini.
- Gawat janin
Jarang kasus solusio plasenta datang dengan janin yang masih
hidup. Kalaupun masih hidup,biasanya keadaannya sudah sedemikian gawat, kecuali
pada kasus solusio plasenta ringan.
L. Penanganan solusio plasenta
· Solusio plasenta ringan
Apabila
kehamilannya kurang dari 36 minggu, perdarahannya kemudian berhenti, perutnya
tidak menjadi sakit, uterusnya tidak menjadi tegang maka penderita dapat
dirawat secara konservatif di rumah sakit dengan observasi ketat.
· Solusio plasenta sedang dan berat
Apabila
perdarahannya berlangsung terus, dan gejala solusio plasenta bertambah jelas,
atau dalam pemantauan USG daerah solusio plasenta bertambah luas, maka
pengakhiran kehamilan tidak dapat dihindarkan lagi. Apabila janin hidup,
dilakukan sectio caesaria. Sectio caesaria dilakukan bila serviks panjang dan
tertutup, setelah pemecahan ketuban dan pemberian oksitosin dalam 2 jam belum
juga ada his. Apabila
janin mati, ketuban segera dipecahkan untuk mengurangi regangan dinding uterus
disusul dengan pemberian infuse oksitosin 5 iu dalam 500cc glukosa 5% untuk
mempercepat persalinan.
Pengobatan :
- Umum :
a. Transfusi
darah.
Transfusi
darah harus segera diberikan tidak peduli bagaimana keadaan umum penderita
waktu itu. Karena jika diagnosis solusio placenta dapat ditegakkan itu berarti
perdarahan telah terjadi sekurang-kurangnya 1000ml.
b. Pemberian O2
c. Pemberian antibiotik.
d. Pada syok yang berat diberi
kortikosteroid dalam dosis tinggi.
- Khusus :
a. Terhadap
hipofibrinogenemi : substitusi dengan human fibrinogen 10
gr atau darah segar dan menghentikan
fibrinolisis dengan trasylol
(proteinase inhibitor) 200.000 iu
diberikan IV, selanjutnya jika perlu
100.000
iu / jam dalam infus. Pemberian 1 gram fibrinogen akan
meningkatkan kadar fibrinogen darah
40 mg%.
Jadi apabila
kadar fibrinogen sangat rendah atau tidak ada sama sekali, diperlukan
sekurangnya 4 gram fibrinogen untuk menaikkan di atas kadar kritis fibrinogen
darah 150mg%.
Biasanya
diperlukan 4-6 gram fibrinogen yang dilarutkan dalam glucosa 10%, diberikan IV
perlahan-lahan selama 15-30 menit. Apabila tidak ada fibrinogen, transfusikan
darah segar yang mengandung kira-kira 2 gram fibrinogen per 1000ml.Sehingga
dengan transfusi darah lebih dari 2000ml, kekurangan fibrinogen dalam darah
dapat diatasi.
b. Untuk merangsang diuresis : manitol, diuresis yang baik
lebih dari
30-40cc/jam.
c. Pimpinan
persalinan pada solusio plasenta bertujuan untuk mempercepat persalinan
sedapat-dapatnya kelahiran terjadi dalam 6 jam. Apabila persalinan tidak
selesai atau diharapkan tidak akan selesai dalam waktu 6 jam setelah pemecahan
selaput ketuban dan infus oksitosin , satu-satunya cara adalah dengan melakukan
sectio caesaria.
d.
Histerektomi dilakukan bila ada atonia uteri yang berat yang tidak dapat
diatasi
dengan usaha-usaha yang lazim.
Alasan :
- Bagian placenta yang terlepas meluas
- Perdarahan bertambah
- Hipofibrinogenemi menjelma atau
bertambah
M. Prognosis
Prognosis
ibu tergantung dari luasnya placenta yang terlepas dari dinding uterus,
banyaknya perdarahan, derajat kelainan pembekuan darah, ada tidaknya hipertensi
menahun atau pre eklampsia, tersembunyi tidaknya perdarahannya dan jarak waktu
antara terjadinya solusio placenta sampai pengosongan uterus.
Prognosis
janin pada solusio placenta berat hampir 100% mengalami kematian. Pada solusio
placenta ringan dan sedang kematian janin tergantung dari luasnya placenta yang
terlepas dari dinding uterus dan tuanya kehamilan. Perdarahan yang lebih dari
2000ml biasanya menyebabkan kematian janin.Pada kasus solusio placenta tertentu
sectio caesaria dapat mengurangi angka kematian janin. Persediaan darah
secukupnya akan sangat membantu memperbaiki prognosis ibu dan janinnya.
0 komentar:
Posting Komentar